Nilai Dasar ASN (ANEKA) dalam Tupoksi Widyaiswara
Membaca Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPAN-RB)
Nomor 22 Tahun 2014, tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka
Kreditnya, dijelaskan bahwa widyaiswara adalah PNS yang diangkat sebagai
pejabat fungsional, oleh pejabat yang berwenang, dengan ruang lingkup, tugas,
tanggung jawab, dan wewenang untuk mendidik, mengajar dan/atau melatih PNS, dan
evaluasi dan pengembangan Diklat, pada Lembaga Diklat Pemerintah.
Sebagai seorang PNS, maka widyaiswara pun wajib mengaktualisasikan nilai-nilai dasar ASN yang meluputi: Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik, Komitmen Mutu, dan Anti Korupsi (ANEKA) tersebut dalam setiap tupoksinya, sehingga kompetensinya menjadi optimal, sebab keberhasilan seseorang PNS dalam melaksanakan tugasnya, sangat bergantung pada kompetensi yang dimiliki. Kompetensi seorang widyaiswara merupakan kemampuan dan kewenangan widyaiswara dalam melaksanakan tugas kependidikannya. Karena itu, dalam tulisan ini, saya coba menelaah apa saja bentuk dari nilai-nilai dasar ASN yang telah dan harus terinternalisasi dan teraktualisasi dalam kinerja widyaiswara sebagai refleksi saya ketika mengikuti Pelatihan Dasar (Latsar) CPNS BKKBN Angkatan II, Tahun 2021.
Apa
dan Bagaimana Tupoksi Widyaiswara?
Widyaiswara yang
diangkat pertama kali dalam jabatan Widyaiswara wajib mengikuti dan lulus Diklat Kewidyaiswaraan yang
ditetapkan oleh Instansi Pembina. Menjadi seorang widyaiswara tidaklah mudah, karena
harus melalui serangkaian ujian dan program pelatihan. Hal ini dimaksudkan agar
widyaiswara yang dihasilkan memiliki kompetensi yang cukup ketika ia memberikan
ilmu pengetahuan kepada aparatur negara yang mengikuti Diklat penjenjangan.
Peranan widyaiswara
sebagai tenaga kependidikan/kepelatihan, sangat penting dalam mewujudkan tujuan
dan sasaran Diklat. Peran utamanya adalah mengaktualisasikan rancangan Diklat
menjadi kegiatan pembelajaran dengan mengkomunikasikannya secara efektif dan
efisien kepada peserta diklat. Sedangkan tugas dari seorang Widyaiswara pada
dasarnya adalah melakukan pengembangan dan pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan. Tugas pokonya yaitu mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS, serta
melakukan evaluasi dan pengembangan Diklat pada lembaga Diklat Pemerintah,
termasuk menyusun analisis kebutuhan Diklat, menyusun kurikulum, menyusun bahan
pembelajaran (modul), menyusun test hasil belajar diklat yang diselenggarakan,
melaksanakan Diklat, dan melakukan evaluasi program Diklat.
Sama halnya dengan
guru atau dosen, widyaiswara merupakan ujung tombak sekaligus salah satu unsur
penentu keberhasilan sebuah Diklat. Jika guru/dosen wajib memiliki kompetensi,
maka widyaiswara pun juga diwajibkan memiliki kompetensi agar dalam proses
pelaksanaan tugasnya bisa mencapai tujuan.
Nilai
Dasar ASN (ANEKA) dalam Tupoksi Widyaiswara
1. Akuntabilitas
Akuntabilitas
merupakan kesadaran adanya tanggung jawab dan kemauan untuk bertanggung jawab.
Widyaiswara memiliki tugas pokok fungsi yang wajib untuk dijalankan. Mereka
juga harus bertanggung jawab atas apa yang telah dilaksanakan. Dalam hal ini,
sangatlah penting bagi Widyaiswara untuk melakukan perencanaan yang matang
sebelum melaksanakan tugasnya kependidikan dan kepelatihannya. Dalam tupoksi
Widyaiswara, nilai akuntabilitas ini telah dilaksanakan dengan cukup baik
terlihat dari dibuatnya analisis kebutuhan diklat, menyusun kurikulum, menyusun
bahan pembelajaran (modul), menyusun test hasil belajar Diklat yang
diselenggarakan, melaksanakan Diklat, dan melakukan evaluasi program Diklat. Kegiatan
tersebut sudah mencerminkan aktualisasi nilai akuntabilitas dalam tugas kewidyaiswaraan.
Akan tetapi, akutabilitas akan lebih maksimal dan bermakna apabila penyelesaian
semua rancangan itu dilaksanakan tepat waktu. Karena itu, jelaslah bahwa jika
terjadi keterlambatan, maka nilai akuntabilitas secara otomatis akan menurun
sehingga mutu pelayanan publik pun tidak terpenuhi dengan baik.
2. Nasionalisme
Nasinalisme
merupakan pemahaman mengenai nilai-nilai kebangsaan. Nasionalisme memiliki
pokok kekuatan dalam menilai kecintaan individu terhadap bangsanya. Salah satu
cara untuk menumbuhkan semangat nasionalisme adalah dengan menanamkan dan
mengamalkan nilai-nilai Pancasila pengamalan nilai-nilai luhur yang terkandung
didalamnya, setiap penyelenggara negara, baik di pusat maupun di daerah. Lima
sila ini merupakan pondasi dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai motor
penggerak suatu negara, widyaiswara harus mampu menjadi teladan. Komunikasi
yang baik antara sesama widyaiswara lain, maupun widyaiswara dengan peserta
diklat, merupakan pengejawantahan dari aktualisasi nilai-nilai Pancasila (sila
2). Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menunjukkan sikap toleransi dan demokratis
dalam setiap kegiatan pembelajaran atau diskusi, serta melaksanakan aktualisasi
hasil Diklat yang didasarkan pada kebutuhan pelayanan publik, merupakan contoh
kewajiban widyaiswara dalam mengaktualisasikan nilai nasionalisme.
3. Etika
Publik
Etika
publik berkaitan erat dengan pelayanan publik dalam tupoksi widyaiswara. Etika
publik merupakan refleksi atas standar/norma yang menentukan baik/buruk,
benar/salah suatu tindakan keputusan, serta perilaku untuk mengarahkan
kebijakan publik dalam rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan publik. Hemat
saya, seoarng widyaiswara patut mengaktualisasikan nilai etika publik, seperti
5-S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun), khususnya ketika berhadapan dengan peserta
Diklat.
4. Komitmen
Mutu
Komitmen
mutu merupakan sikap menjaga keefektifan, efisiensi, kreativitas, dan inovasi
kerja demi mencapai mutu atau kualitas tertentu. Mutu/kualitas seorang
widyaiswara dalam menjalankan tugas, hendaknya mengalami kemajuan dari waktu ke
waktu. Ada tuntutan kreativitas bagi widyaiswara dalam menjalankan tugasnya. Salah
satu contoh tugas widyaiswara yang mencerminkan aktualisasi nilai komitmen mutu
adalah penyusunan Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) dan modul Diklat
secara berkala sesuai perkembangan ilmu pengetahuan. Meskipun widyaiswara
selalu mengajar mata diklat yang sama, akan tetapi widyaiswara diharapkan tetap
mengembangkan perencanaan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan serta kemampuan
peserta diklat yang berbeda dan sesuai kebutuhan diklat itu sendiri.
5. Anti
Korupsi
Anti
korupsi merupakan sikap tegas memerangi korupsi. Memutus mata rantai korupsi
dapat diawali dari diri widyaiswara sendiri. Baik itu korupsi waktu, korupsi
uang, maupun korupsi tugas. Semisal, berada di lokasi sebelum jam kerja
dimulai, tidak meninggalkan tempat kerja tanpa alasan jelas sebelum jam kerja
usai, dan tidak menggunakan uang negara untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Lain
lagi, mmisalnya, tidak menerima suap maupun gratifikasi dari peserta diklat.
Hemat saya, sebagai ASN yang profesional dan memegang teguh prinsip anti
korupsi, seorang widyaiswara diharapkan dapat mengaktualisasikan nilai-nilai
dasar anti korupsi dalam kehidupan sehari-harinya yang meliputi kejujuran,
kerja keras, sederhana, berani, dan adil terhadap semua (baik peserta diklat
maupun sesama widyaiswara).
Kelima nilai dasar
tadi petut diaktualisasikan oleh para widyaiswara sebagai dasar komitmen mutu
pelayanan publik. Pelayanan bublik yang dimaksud merupakan pelayanan untuk
peserta diklat, maupun masyarakat secara luas. Hal tersebut telah tergambarkan
dengan sangat jelas dalam empat kompetensi yang harus dimiliki seorang
widyaiswara, yang meliputi: pertama, kompetensi
pengelolaan pembelajaran, di mana kompetensi ini merupakan pengejawantahan
pelayan publik widyaiswara terhadap peserta diklat; kedua, kompetensi keperibadian, yang merupakan upaya pelayanan
publik untuk meningkatkan pribadi widyaiswara supaya dapat diteladani; ketiga, kompetensi sosial, di mana relasi
widyaiswara dengan lingkungan (peserta diklat dan widyaiswara lain) tidak boleh
retak oleh egoisme sektoral; keempat,
kompetensi substantif yang berhubungan dengan spesialisasi seorang widyaiswara
dalam melaksanakan tugas kependidikan.“Once
you stop learning, you start dying” (Albert Einstein).
Link Live Instagram: https://www.instagram.com/p/CSzF3A5BEkn/?utm_medium=copy_link
Komentar