Jangan Alpa dengan Lupa



Kajian Fenomenologi Tentang Dukungan Sosial Bagi Penderita Demensia

PENDAHULUAN
Setiap manusia pasti mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan dari bayi sampai  menjadi tua. Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, kognitif, mental dan sosial, sehingga mengalami kesulitan melakukan berbagai kegiatan dan tugas harian. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan serius dan terintegrasi. Lansia adalah periode dimana seorang telah mencapai kematangan dalam ukuran dan fungsi. Selain itu, lansia juga adalah masa dimana seseorang akan mengalami kemunduran dalam berbagai hal. Salah satunya adalah kemunduran kemampuan kognitif. Kemunduran kemampuan kognitif merupakan bagian dari proses penuaan yang umum. Hampir sebagian besar penelitian menunjukan bahwa setelah mencapai usia antara 45-55 tahun, kemampuan kognitif seseorang mengalami penurunan secara perlahan. Hal ini berlangsung sampai pada masa lansia (Tumipa dkk, 2017). Word Alzeimer Report mencatat bahwa penurunan fungsi kognitif akan menjadi krisis terbesar di abad ini, yang mana jumlah penderitanya akan terus bertambah setiap saat.
Pikun, menjadi sebutan klasik untuk lansia yang mengalami kemunduran kognitif. Kondisi seperti ini telah lama dianggap sebagai hal yang lumrah jika dialami oleh orang lanjut usia. Beberapa orang menyebutnya sebagai ‘penyakit tua’ karena sering lupa. Akibatnya, hampir sebagian orang ‘menjadi alpa terhadap lupa'. Karena tidak memahami gejala ini sebagai kondisi demensia, gangguan ini sering terabaikan. Padahal, beberapa penelitian menyebut bahwa gejala demensia dapat terlihat 12 tahun sebelum pasien didiagnosa, Penelitian di Amerika Serikat menemukan, 80 persen pasien demensia, mulai mengalami penurunan ingatan bertahun-tahun sebelumnya. Memang, sebagian dari para ahli mengatakan tidak perlu khawatir kepada pasien yang mengeluhkan sering lupa meletakkan barang. Namun tetap saja, jika situasi seperti itu sering dilakukan oleh lansia, anggota keluarga yang lain harus mulai menyadari dan melakukan pencegahan agar kondisinya tidak semakin akut.
Kemerosotan atau penurunan fungsi kognisi lansia pada umumnya merupakan suatu yang tidak dapat dihindarkan dan disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penyakit, kecemasan atau depresi. Salah satu kemunduran kognisi yang umum diderita adalah Demensia (Kepikunan) yang umum disebabkan oleh penyakit Alzheimer dan Vaskular. Kedua penyakit  ini dapat dialami semua orang tanpa membedakan gender, status sosial, ras, bangsa, ataupun suku. Edukasi bagi tenaga perawat, anggota keluarga dan relawan sangat penting dalam upaya memberi asuhan keperawatan pada lanjut usia penyandang demensia, (Nugroho, 2008).
Demensia (kepikunan) merupakan salah satu gangguan yang banyak terjadi pada lansia sebagai efek dari perubahan fisiologis berupa kemunduran kognitif. Perubahan khas pada lansia dengan demensia terjadi pada fungsi kognisi, memori, bahasa, kemampuan, visuo-spasial dan gangguan perilaku serta pemenuhan kebutuhan lainnya. Lansia yang mengalami demensia memiliki defisit aktivitas dalam kehidupan sehari-hari (Palestin, 2006). Walaupun demikian, kemampuan intelektual lansia pada dasarnya dapat dipertahankan. Salah satu faktor yang dapat mempertahankan kondisi tersebut adalah dengan menyediakan lingkungan yang dapat merangsang ataupun melatih ketrampilan intelektual mereka sehingga dapat mengantisipasi terjadinya kepikunan.
Selain menyediakan lingkungan yang dapat merangsang dan melatih ketrampilan intelektual mereka, Lansia yang mengalami demensia harus pula dihargai dan dihormati, khususnya dukungan yang besar dari pihak keluarga, sebab dengan begitu mereka akan meresa diterima dan menjadi lebih bahagia. Bagi lansia, keluarga merupakan sumber kepuasan. Para lansia merasa bahwa kehidupan mereka sudah lengkap, yaitu sebagai orang tua dan juga sebagai kakek dan nenek. Mereka dapat berperan dengan berbagai gaya seperti gaya formal, gaya bermain, gaya pengganti orang tua, di mana setiap gaya membawa keuntungan dan kerugian masing-masing. Akan tetapi, keluarga yang tidak memberi dukungan dan perhatian dapat menjadi frustasi bagi orang lanjut usia. Hal ini terjadi jika ada hambatan komunikasi antara lanjut usia dengan anak atau cucu yang memiliki perbedaan faktor generasi, (Azizah, 2011).
Hal senada juga disampaikan dalam hasil penelitian yang dilakukan Dewi Rahayu (2015) tentang hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup lansia di Porworejo. Kesimpulan menunjukan adanya hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup lansia di masa-masa senjanya. Dengan berpedoman pada hasil penelitian ini, maka perlu untuk dikaji dan pahami secara baik bagaimana dukungan sosial yang harus diberikan oleh keluarga kepada lansia yang menderita demensia, sehingga kehidupan mereka bisa dijalani dengan penuh makna.

RUMUSAN MASALAH
1.       Pengertian Demensia?
2.       Gejala & Ciri Umum Demensia?
3.       Penyakit yang Menyebabkan Demensia?
4.       Penanganan Terhadap Lansia dengan Demensia?
5.       Dukungan keluarga : Hidupkan Semangat Lansia dengan Demensia!

PEMBAHASAN
1.       DEFINISI DEMENSIA
Istilah demensia berasal dari akar kata bahasa Latin ‘de’ (terpisah) dan ‘mens/mentis’ (pikiran). Dalam arti sederhana, demensia menggambarkan adanya keterpisahan pikiran. Dengan bahasa yang lebih ilmiah, demensia merupakan gangguan penurunan fungsi kognitif atau penurunan kemampuan untuk memproses pikiran secara baik. Saat ini, orang mengenal demensia sebagai gejala pikun atau kepikunan. Pikun atau kepikunan merupakan gejala lupa yang sering terjadi pada orang lanjut usia. Pikun termasuk gangguan otak yang kronis. Biasanya, gejala pikun ini berkembang secara perlahan-lahan, dimulai dengan gejala depresi yang ringan atau kecemasan yang kadang-kadang disertai dengan gejala kebingungan, kemudian menjadi parah seiring dengan hilangnya kemampuan intelektual yang umum. Jadi istilah pikun yang dipakai oleh kebanyakan orang memiliki terminologI ilmiah yakni demensia. Pengertian demensia sekarang adalah kehilangan kemampuan kognisi yang sedemikian berat hingga mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan, (Finkel, D. & Pederson, N.L. 2000).
Definisi demensia menurut WHO adalah sindrom neuro-degeneratif yang timbul  karena  adanya  kelainan  yang  bersifat  kronis pada otak disertai gangguan fungsi fisik seperti kapasitas belajar,  bahasa,  dan  mengambil  keputusan. Walau demikian, kesadaran  pada  penderita demensia sama sekali tidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan perubahan kontrol emosi, perilaku, dan motivasi (Hendrie, H.C. 1995).
Dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ), demensia merupakan sindrom akibat penyakit atau gangguan otak  yang  bersifat  kronis, di mana  terdapat  gangguan  fungsi  kortikal  yang  besar (multiple higher cortical function), termasuk di dalamnya terjadi penurunan daya ingat, daya pikir, orientasi hidup, daya tangkap (comprehension), kemampuan berhitung, kemampuan belajar dan berbahasa. Umumnya disertai dengan kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup. Pedoman diagnostik demensia menurut Diagnostic and Statistical Classification of Diseases-Revition IV, (DSM-IV) adalah sebagai berikut :
§  Adanya  penurunan  kemampuan  daya ingat  dan daya pikir sampai mengganggu kegiatan harian seseorang seperti, mandi, berpakaian, makan dan minum, menjaga kebersihan  diri, buang air besar dan kecil.
§  Tidak ada gangguan kesadaran (clear consiousness).
§  Gejala dan disabilitas sudah nyata paling sedikit 6 bulan.
Menurut Alzheimer’s Disease Facts and Figures, (2016), demensia merupakan suatu gejala yang disebabkan oleh penyakit atau kelainan pada otak. Demensia ditandai dengan terganggunya mental seseorang yang menyebabkan gangguan berpikir dan hilang ingatan. Demensia juga dapat menyebabkan perubahan sifat dan perilaku seseorang. Jika tidak ditangani, gejala demensia akan menjadi semakin buruk dan mengganggu kegiatan keseharian. Pemahaman lain tentang demensia yang diungkapkan dalam Dementia Diagnosis and Management - A brief pragmatic resource for general practitioners, menjelaskan bahwa demensia adalah sindrom (gangguan otak) yang mempengaruhi fungsi kerja otak. Ada banyak sekali penyebab yang berbeda pada demensia. Tidak ada test tunggal untuk mendiagnosa penyebab demensia secara mudah. Untuk menegakkan diagnosa seorang mengidap demensia atau tidak perlu melihat riwayat hidup, gejala penyakit yang pernah diderita dan perkembangan kognitifnya dari hari ke hari dalam rentang waktu yang cukup panjang.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa demensia adalah sindrom atau gangguan yang berkaitan dengan penurunan kemampuan fungsi otak, seperti berkurangnya daya ingat, menurunnya kemampuan berpikir dan memahami sesuatu. Demensia mengakibatkan berkurangnya pemahaman dan bahasa serta kecerdasan mental dan terjadi kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial serta motivasi hidup. Sindrom ini umumnya banyak diderita oleh lansia. Disamping itu, penderita yang parah biasanya mengalami delusi, halusinasi, kesulitan berkonsentrasi, sulit mandiri dan memerlukan dukungan orang lain yang intens.
2.       GEJALA DAN CIRI UTAMA DEMENSIA
Demensia adalah kondisi penurunan kognisi yang lama-kelamaan semakin memburuk. Penurunan fungsi kognisi dapat terjadi dalam kurun waktu yang lama sebelum gejala demensia muncul dan ditemukan. Perhimpuan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia (PDSSI) dalam Panduan Praktek Klinik - Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia (2015), mengemukakan beberapa gejala utama demensia antara lain:
§  Berkurang daya ingat. Gejala yang paling umum dari demensia adalah berkurangnya daya ingat atau lazim disebut kepikunan. Gejala awal yang sering ditemukan adalah pelupa, seperti lupa meletakkan kunci atau dompet. Gejala ini dapat menjadi semakin buruk seiring berjalannya waktu.
§  Sulit Fokus. Penderita demensia sulit melakukan hal biasa dan sederhana dan butuh waktu lama untuk bisa melakukannya.
§  Kesulitan membuat perencanaan dan kegiatan harian. Penderita demensia kadang sangat sulit untuk mengerjakan tugas-tugas yang rumit. Hal ini dapat terlihat dari hal-hal yang sederhana seperti mencuci baju atau menyiapkan makanan, sulit mengemudi dll.
§  Disorientasi waktu dan tempat. Selain berkurangnya daya ingat, penderita demensia sering kali mengalami kebingungan akan banyak hal. Seperti bingung akan waktu dan tidak tahu arah pulang.
§  Kesulitan Memahami Visio-Spasial. Penderita demensia juga mengalami kesulitan dalam mengukur jarak, membedakan warna, tidak kenal wajah sendiri di cermin, menabrak cermin atau pintu kaca ketika berjalan serta sulit mencari jalan keluar yang sebelumnya dilalui.
§  Kesulitan berkomunikasi dan mencari kata-kata yang tepat. Penderita demensia sering kali kesulitan dalam mencari kata-kata yang tepat untuk menyampaikan keinginannya. Ketika hal ini bertambah parah, terkadang mereka menjadi frustrasi dan mudah marah.
§  Meletakan Barang tidak pada tempatnya. Penderita demensia sering salah meletakan barang dan mulai curiga pada orang lain disekitarnya.
§  Salah Mengambil/Membuat Keputusan. Penderita demensia bingung menentukan suatu hal, sulit menghitung, berpakaian tidak serasi atau terbalik.
§  Menarik diri dari Pergaulan dan aktivitas sosial. Hal ini bukan berarti menyendiri, tetapi tidak tertarik dan tidak mau melakukan pekerjaan dan aktivitas sosial.Tidak semangat untuk melakukan aktivitas atau hobi yang biasa dinikmati dan tidak senang berkumpul dengan teman-temannya.
§  Perubahan Perilaku dan Kepribadian. Emosi penderita demensia dapat berubah secara drastis dan tidak dapat ditebak, menjadi bingung, iritabilitas, depresi, takut atau menjadi sangat tergantung pada anggota keluarga. Penderita demensia juga menjadi mudah kecewa dan putus asa baik dirumah, lingkungan sosial, maupun dalam pekerjaan dan kegiatan harian.

3.       PENYEBAB UMUM DAN TIPE DEMENSIA
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan penilaian yang menyeluruh dan komprehensif dengan memperhatikan usia penderita, riwayat keluarga, perkembangan awal gejala dan adanya penyakit lain (misalnya tekanan darah tinggi atau kencing manis dll) serta dilakukan pemeriksaan darah standar.
Demensia menjadi sindrom yang benar-benar menakutkan, terutama untuk orang lanjut usia. Demensia sebenarnya bukanlah penyakit yang menyerang tubuh itu sendiri. Gangguan demensia termasuk semua jenis penyakit yang mempengaruhi kualitas memori secara umum dan mengurangi kemampuan berpikir atau mengingat untuk penderitanya. Sebenarnya semua orang baik usia muda maupun tua bisa terkena demensia.
Faktor penyebab khusus timbulnya demensia yang banyak dikenal di dunia medis, menurut Alzheimer’s Disease Facts and Figures (2016), umumnya diklasifikasikan menjadi 4 tipe yaitu:

1.    Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer merupakan demensia yang paling umum dikenal karena paling sering dialami oleh lansia. Alzeimer lebih umum terjadi pada perempuan karena umur perempuan yang lebih panjang, Alzheimer menguasai sekitar 50 persen demensia pada orang-rang lanjut usia. Dalam penyakit Alzheimer, jaringan otak mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Penderita awalnya hanya mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi dan dalam mengingat materi yang baru dipelajari serta dapat terlihat seolah pikirannya kosong dan mudah tersinggung, Namun pada akhirnya menggangu kehidupan sehari-hari. Seiring berkembangnya penyakit tersebut, orang yang bersangkuan sering kali menyalahkkan orang lain atas kegagalan dirinya dan dapat mengalami delusi. Memori terus mengalami kemunduran dan orang yang bersangkutan semakin mengalami disorientasi serta makin mudah tersinggung. Depresi merupakan hal yang umum terjadi pada 30 persen orang-orang yang menderita penyakit Alzheimer. Riwayat cidera kepala merupakan salah satu faktor resiko menderita penyakit Alzheimer.

2.    Demensia Frontal-temporal
Tipe demensia ini biasanya timbul pada akhir usia 50-an. Selain gejala kognitif yang umum terjadi pada demensia, demensia frontal temporal ditandai oleh perubahan perilaku dan kepribadian yang ekstrim. Kadang penderita menjadi sangat apatetik dan tidak responsif terhadap lingkungan mereka. Pada waktu lain mereka menunjukan pola yang berlawanan seperti euforia, aktifitas yang berlebihan dan impulsif. Tidak seperti penyakit Alzheimer, demensia frontal temporal tidak berkaitan erat dengan hilangnya neuron kolinergik dan neuron serotonin adalah yang paling terpengaruh. Penyakit pick adalah salah satu penyebab demensia frontal temporal. Seperti halnya penyakit Alzheimer, penyakit pick adalah gangguan degeneratif dimana neuron-neuron dalam otak menjadi hilang. Penyakit ini juga ditandai oleh adanya kumpulan pick, yaitu sisipan berbentuk bulat di dalam neuron. Demensia frontal temporal memiliki komponen genetik yang kuat meskipun spesifikasi genetik tidak diketahui seperti dalam penyakit Alzheimer. (Davison, G., Nealle, J., Kring, A. 2014).

3.    Demensia Frontal Subkortikal
Demensia tipe ini mempengaruhi sirkuit dalam otak yang menjulur dari daerah subkortikal ke korteks. Karena derah otak subkortikal berperan dalam pengendalian gerakan motorik, kognisi dan aktivitas motorik terpengaruh. Tipe-tipe demensia frontall subkortikal mencakup berikut ini:
§  Khorea Huntington disebabkan oleh gen dominan tunggal yang berlokasi di kromosom dan didiagnosis terutama oleh neurologis berdasarkan uji genetik. Ciri behavioral utamanya dalah adanya gerakan meliuk (bentuk korei). Penyakit ini merupakan penyakit turunan yang menyebabkan merosotnya kemampuan sel saraf dalam otak secara bertahap hingga sel-sel saraf itu mati. Pada penderitanya, kondisi ini akan mempengaruhi kemampuan fisik dalam bergerak, menimbulkan gangguan kejiwaan atau mental dan penurunan kemampuan berpikir. Penderita penyakit ini bisa muncul pada usia berapa saja, namun yang umum dialami pada usia 30 tahun ke atas.
§  Penyakit Parkinson ditandai dengan tremor (gemetar), kekakuan otot, akinesia (ketidak mampuan untuk melakukan gerakan) dan dapat mengarah ke demensia. Penyakit ini diakibatkan oleh kerusakan otak dan saraf progresif yang mempengaruhi gerakan. Sel saraf dalam otak yang disebut substansia nigra mengalami kerusakan sehingga tidak lagi memproduksi dopamin. Dopamin berfungsi sebagai utusan antara bagian otak dan sistem saraf yang membantu mengontrol dan mengkoordinasikan gerakan tubuh. Jika dopamin kurang, maka akan membuat gerakan menjadi lambat, gemetar dan munculah parkinson. Muhamad Ali dan Michael J. Fox menderita penyakit Parkinson.
§  Hidrosefalus adalah penumpukan cairan dalam rongga otak yang disebut ventrikel. Hidrosefalus merupakan gejala dalam, di mana sirkulasi cairan cerebrospinal terakumulasi dalam rongga otak, (atau terdapat cairan di dalam otak). Cairan ini akan terus bertambah sehingga ventrikel dalam otak membesar dan menekan struktur jaringan otak sehingga terjadi tekanan dan menimbulkan demensia serta kesulitan untuk berdiri dan berjalan. Kondisi tersebut dapat dipulihkan dengan operasi untuk mengembalikan sirkulasi normal cairan cerebrospinal. Penderita akan mengalami kesulitan dalam menggerakan kaki dan kerusakan kendali kemih yang ditandai dengan sulit buang air kecil.
§  Demensia Vascular. Ini merupakan tipe paling umum kedua setelah penyakit Alzheimer. Penyakit ini disebabkan karena berkurangnya aliran darah ke otak yang bisa disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah menuju otak. Tipe ini didiagnosis bila seseorang pasien yang menderita demensia menunjukan gejala-gejala neurologis seperti kelemahan pada satu lengan atau reflex–refleks abnormal atau bila pemindaian otak membuktikan adanya penyakit serebrovaskular. Yang paling sering terjadi, pasien mengalami stroke. Dimensia vaskular membuat otak mengalami kesulitan dalam memproses informasi, sehingga bisa membuat kehilangan memori, kebingungan, penurunan atensi dan kegiatan rutin harian.

4.    Penyebab Lain dari Demensia
Banyak penyekit infeksi lain dapat menyebabkan demensia yang tidak dapat disembuhhkan. Seperti, Ensafalitis yaitu suatu bentuk peradangan jaringan otak disebabkan oleh virus yang masuk ke otak dari bagian tubuh lain (seperti sinus atau telinga) atau gigitan nyamuk. Selain itu, ada juga Meningitis yaitu peradangan pada membran yang melapisi bagian otak luar, biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri.
Ada pula organisme yang menyebabkan penyakit sifilis (Treponema Pllidum) dapat masuk ke otak dan menyebabkan demensia. Disamping itu, penyakit  HIV dan AIDS, Trauma kepala, tumor otak, kekurangan nutrisi (terutama vitamin B kompleks), gagal ginjal atau hati dan masalah kelenjar endokrin juga dapat mengakibatkan demensia. Keterpaparan terhadap racun seperti timbal dan mercuri, serta penggunaan obat-obatan yang kronis, termasuk alkohol merupakan penyebab lain dari demensia.

4.       PENANGANAN PADA LANSIA PENDERITA DEMENSIA
Tujuan utama penanganan lansia dengan demensia adalah agar penderita dapat mengoptimalkan kemampuan yang masih ada dan memperbaiki kualitas hidupnya. Segala upaya yang dilakukan tak lain untuk menunda progresi kemunduran daya ingat. Penanganan demensia dapat dilakukan melalui pendekatan non-farmakologis (psikososial) maupun dengan terapi farmakologis.

a.       Pendekatan non-farmakologis
Pendekatan non-farmakologis merupakan pendekatan awal pada Behavior and Psychological Symtoms of Dementia (BPSD). Dalam pendekatan non-farmakologis, diperlukan intervensi lingkungan, perilaku dan keluarga. Selain itu untuk menunda kemunduran kognitif, penderita demensia harus menjalankan pola perilaku sehat dan stimulasi otak sedini mungkin. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif lansia yaitu usia, kemampuan regenerasi pada otak dan hormon sehingga dapat menyebabkan kualitas hidup menurun, status fungsional yang tidak optimal dan berpengaruh pada perasaan bahagia serta kreativitas (Santoso & Rohmah, 2011).

Salah satu pendekatan dalam menangani lansia dengen demensia adalah melalui psikoterapi. Life reviev therapy merupakan salah satu metode terapi di mana, lansia diminta mengekspresikan kembali perasaan mereka guna memicu munculnya rasa percaya diri dan perasaan dihargai sehingga berdampak munculnya koping positif yang mempengaruhi persepsi dan emosi mereka dalam memandang suatu masalah.
Terapi lain yang bisa membantu lansia penderita demensia adalah Reminiscence therapy (terapi kenangan). Reminiscence therapy adalah teknik yang digunakan untuk mengingat dan membicarakan kehidupan seseorang, (Stinson, 2006). Proses kenangan memberikan kesempatan kepada lansia untuk membicarakan masa lalu dan konflik yang dihadapi. Proses ini memberikan lansia perasaan aman dalam menyatukan kembali ingatan masa lalu dan menumbuhkan penerimaan diri yang akan berguna untuk tujuan ke depan.Terapi ini digunakan untuk lansia yang mengalami gangguan kognitif, kesepian dan pemulihan psikologis (Ebersole et.al,2001). Reminiscence therapy dapat diberikan pada lansia secara individu, keluarga maupun kelompok. Pelaksanaan kegiatan terapi secara kelompok memberi kesempatan kepada lansia untuk membagi pengalamannya pada anggota kelompok lain, meningkatkan kemampuan komunikasi dan sosialisasi dalam kelompok serta efesien dalam hal biaya maupun efektif dalam waktu.
Selain itu, penderita demensia juga dapat ditangani dengan memberikan Senam otak atau latihan neurobik secara rutin. Senam otak atau neurobik merupakan salah satu cara mempertahankan kondisi ingatan dalam otak. Senam otak menurut para ahli melatih setiap bagian otak untuk aktif dan berkoordinasi secara optimal. Otak dilatih supaya tetap aktif dalam menerima dan mengelola informasi yang ditangkap indra, sekaligus menyimpannya sebagai memori, (Mahira Putra R.A, dkk. 2015).

b.      Pendekatan Farmakologis dilakukan apabila pendekatan non-farmakologis tidak dapat memberikan hasil optimal. Umumnya, terapi farmakologis diberikan sesuai target gejala yang menjadi sasaran obat, yakni antipsikotik, antidepresan, antiansietas, mood stabilizer dan anti inflamasi atau anti radang (Non steroidal Anti-Inflammatory Drugs). Penanganan demensia menurut panduan dari American Academy of Neurology (AAN) menggunakan obat asetilkolinesterase inhibitor, vitamin, dan antioksidan. Selain itu, bisa juga diberikan Notropika yakni obat-obatan dan suplemen yang dapat memperbaiki fungsi kognitif, terutama ingatan, kreativitas dan motivasi pada orang dengan demensia.

PENUTUP
1.       Kesimpulan
Meskipun penanganan medis yang efektif untuk demensia belum tersedia secara baik, pasien dan keluarganya bisa dibantu untuk menghadapi berbagai efek tersebut. Pendekatan psikologis yang diberikan secara umum bersifat suportif, dengan tujuan utama yakni untuk meminimalkan gangguan yang ditimbulkan oleh perubahan behavioral pasien. Tujuan ini dicapai dengan memberikan pemahaman kepada pasien dan keluarga tentang gangguan tersebut dan berbagai konsekuensinya, menyediakan informasi yang akurat tentang penyakit itu, membantu keluarga merawat pasien tersebut dirumah, dan mendorong dikembangkannya sikap realistik dan bukan katastrofik dalam menghadapi berbagai isu dan tantangan spesifik yang ditimbulkan oleh gangguan kognisi ini.
Salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam penanganan demensia adalah keperawatan. Merawat penderita demensia tidak mudah. Pemahaman yang cukup tentang demensia, kesiapan mental, dan motivasi untuk berbagi merupakan modal utama dalam memberikan asuhan. Kasih sayang dan perhatian merupakan pintu masuk untuk memberikan asuhan yang utuh dan menyeluruh sehingga penderita demensia merasa nyaman.Tindakan keperawatan pada pasien demensia sebaiknya dilakukan dengan membina hubungan saling percaya, menciptakan lingkungan yang tenang, tidak bising, sejuk, aman, warna dinding kamar teduh, reorientasi WTO (waktu, tempat, orang), memberi perhatian cukup termasuk kebutuhan dasar, konsisten, menepati janji, empati dan jujur serta melakukan kontak dengan pasien sesering mungkin.
Dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan kepada lansia penderita demensia sangat dibutuhkan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti mampu meningkatkan moralitas dan akan membuat lansia dengan demensia lebih cepat sembuh dari sakit, baik itu fungsi kognisi, fisik maupun emosi. Peran keluarga dalam perawatan lansia antara lain, menjaga dan merawat, mempertahankan dan meningkatkan status mental, memberi dukungan dan memfasilitasi kebutuhan spiritual mereka. Dengan adanya dukungan dan perhatian yang serius dari keluarga, lansia dengan demensia bisa terhibur dan merasa masih memiliki makan hidup yang berarti.
Pertambahan usia adalah hal yang pasti terjadi pada manusia, oleh sebab itu kita sebaiknya menjaga kesehatan fisik dan mental di usia muda sehingga pada saat memasuki masa tua, kita dapat meminimalisir pertumbuhan penyakit pada tubuh kita, terutama penurunan fungsi kognitif atau demensia. Menjadi tua itu pasti. Namun menjadi tua yang bijaksana itu pilihan.

2.       Saran
A.      Cara mengurangi resiko terkena demensia sejak dini bagi yang masih muda:
§  Makan Makanan yang sehat dan bergizi seimbang
§  Berolahraga teratur
§  Brain Gym atau Melatih otak secara berkala
§  Mengisi Teka-Teki Silang
§  Bermain Catur dan Kartu
§  Selalu Berpikir Positif
§  Beraktivitas Produktif

B.      Cara mencegah demensia bagi individu yang sudah dan hampir memasuki usia senja agar tidak semakin lupa-ingat:
§  Senantiasa memusatkan pikiran kepada Tuhan.
Betapa luar biasanya manfaat yang kita rasakan ketika hati selalu terhubung dengan Sang Pencipta. Manfaat yang dirasakan mulai dari membuat hati bahagia, mengusir stres, menekan hawa nafsu yang sesat, menepis kebinatangan, mencegah terjadinya kejahatan bahkan mengatasi masalah pikun. Tuhan adalah penjaga hati yang sejati yang lebih berharga dari sekedar antivirus yang turut membuat pikiran mengalami perkembangan ke arah yang positif.
Sudah bukan zamannya lagi bagi anda untuk menyusahkan dunia ini sebab waktu semakin singkat untuk dihabisakan untuk hal-hal duniawi. Oleh karena itu, usahakan untuk selalu fokus Tuhan di segala waktu. Memusatkan pikiran kepada Tuhan adalah sumber kebahagiaan yang tidak pernah berakhir (unlimited).
§  Beraktivitas yang rutin setiap hari.
Biasanya jika sudah berumur dan anak-anak sudah dewasa, aktivitas akan berkurang. Semua pekerjaan akan diselesaikan oleh anak-anak atau orang lain. Kalau seharian duduk saja tanpa berbuat sesuatu, sangat tidak baik bagi kesehatan otak. Oleh karena itu, jangan biarkan anak terlalu memanjakan orang tuanya melainkan ambil beberapa pekerjaan ringan untuk diselesaikan sendiri sebab tanpa aktivitas yang memberi manfaat, maka hidup akan menelanmu menjadi seorang penderita pikun akut maupun kronis.

§  Selalu berkomunikasi dengan sesama.
Jumlah kata yang keluar dari mulut seseirang ditentukan oleh memori (daya ingat) dan kecerdasan. Karena itu, jangan menyendiri seharian melainkan gunakan beberapa kosa kata positif untuk saling berkomunikasi atau setidaknya saling berbagi informasi dengan orang lain. Ramah tamah juga merupakan salah satu indikator kecerdasan intelektual dan emosional seorang manusia.
Komunikasi tidak hanya dilakukan secara tatap mata (komunikasi langsung) melainkan dapat juga diungkapkan melalui karya seni (tulisan, pantun, cerpen, cerita, lukisan, patung, ukiran, puisi, lagu, tarian dan lain sebagainya) dan bisa juga melalui teknologi (hanphone, chatting, telepon, medsos dan lain-lain).

§  Belajar seumur hidup.
Usia yang terus bertambah bukan berarti menghentikan proses belajar. Sudah lama meninggalkan bangku sekolah bukan berarti anda tidak butuh lagi yang namanya belajar. Oleh karena itu, untuk menepis penyakit pikun, anda harus senantiasa mengaktifkan otak, salah satunya dengan belajar dan membaca buku-buku yang bermanfaat.

§  Kurangi pikiran stres.
Stres adalah masalah suasana hati. Kemampuan anda memanajemen pikiran sangat tergantung pada angka kejadian stres. Karena itu, berusahalah semaksimal mungkin mengurangi peristiwa yang memicu stres, berjuang menerima hasil apa adanya, hindari menolak tekanan (itu sudah sewajarnya, sudah sepantasnya), peduli dan santun atau ramah kepada sesama di saat yang tepat dan acuh tak acuh juga disaat yang tepat. Anda butuh pengalaman pribadi (langsung ke TKP) dan harus bijak dalam menentukan pilihan terbaik.

§  Mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang.
Asupan makanan yang seimbang harus tetap dijaga. Jangan hanya mengkonsumsi lauk pauk dan nasi saja melainkan baik juga untuk selalu mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan.

§  Banyak konsumsi air.
Lebih dari separuh bahan penyusun (kandungan) otak adalah air. Bahkan lingkungan sekitarnya juga mengandung air elektrolit yang disebut sebagai cairan otak. Asupan cairan yang mencukupi turut membantu meningkatkan kinerja berpikir. Bila pikiran kekuarangan cairan maka akan terjadilah yang namanya bias berpikir. Biasanya untuk orang dewasa jumlah asupan air perhari kurang lebih 2 liter atau setara dengan 8 sampai 10 gelas.
§  Berhenti merokok dan kebiasaan meminum alkohol.
Rokok dan alkhol sama-sama bahan kimia yang sifatnya keras. Untuk rokok, lebih baik bila anda berhenti sama sekali. Sedangkan untuk alkohol, kenali batasannya (satu gelas sehari), bila berlebihan jelas tidak baik dan memabukkan. Zat-zat kimia yang terkandung didalamnya dapat meningkatkan resiko penyakit pikun (demensia) di masa depan. Saat stres, jangan lari dari tekanan dengan merokok dan meneguk alkohol sebab dapat menyababkan kerugian bagi diri sendiri dan juga bagi orang lain.

§  Buat rencanakan kehidupan anda.
Perencanaan itu sangatlah penting. Ada baiknya jikalau anda jangan sekedar menyusun rencana jangka panjang saja (cita-cita di masa depan), melainkan sebaiknya turut menyusun rencana jangka pendek. Misalnya, apa yang akan anda lakukan besok, lusa, minggu depan dan lain sebagainya.
Merencanakan kehidupan turut membuat anda lebih siap menghadapi situasi. Terlebih jikalau anda telah mempersiapkan rencana cadangan untuk setiap hal yang kemungkinan mengalami kegagalan. Aktivitas berpikir untuk membuat perencanaan dapat membantu mencegah dan mengurangi kepikunan.

§  Buat daftar aktivitas/ kebutuhan dalam buku catatan.
Ada baiknya jikalau anda membuat catatan khusus tentang apa yang dilakukan hari ini. Tulislah semuanya itu dalam buku catatan yang bisa dikantongkan (ukuran saku). Jika anda merasa telah melupakan sesuatu maka lihatlah kembali ke dalam buku catatan itu untuk merefresh pikiran agar tidak sampai melupakan sesuatu.

§  Buat pengingat di gadget atau smartphone.
Anda juga bisa menyimpan buku catatan tersebut di dalam handphone atau smartphone yang dimiliki. Ini bisa dituliskan dalam notbook atau dalam bentuk pesan. Penggunaan gadget juga turut membantu penjadwalan dari setiap aktivitas dengan memanfaatkan fasilitas pengingat yang terdapat didalamnya. Keuntungan menggunakan pengingat atau alaram ini adalah karena ia mengeluarkan suara pada tanggal dan jam yang telah kita atur sebelumnya. Bisa jadi itu digunakan untuk mengingatkan kita tentang jadwal aktivitas tertetentu yang mungkin selama ini sering kelupaan karena penyakit pikun yang di derita.

§  Meminta pasangan hidup atau saudara atau sahabat atau teman lainnya mengingatkan anda.
Peran orang-orang disekitar anda sangatlah penting. Oleh karenanya jangan pernah memutuskan hubungan baik dengan mereka. Selalu upayakan untuk berbuat baik ke sesama setidak-tidaknya lewat ramah-tamah yang bisa diekspresikan kapan saja. Bila anda memiliki sumber daya atau kemampuan atau potensi yang lebih berbagilah seadanya.
Andapun dapat memanfaatkan persahabatan ini agar mereka membantu mengingatkan anda tentang suatu jadwal penting pada waktu-waktu tertentu. Komunikasikanlah itu kepada mereka sembari menyebutkan jadwal, kegiatan atau acara, waktu dan tempat yang akan diikuti kelak. Pastikan juga bahwa orang yang anda mintai tolong tersebut bukanlah sosok yang suka pikun.
Kepikunan berkorelasi positif terhadap aktivitas otak yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari. Bila sudah berumur, hidup sudah sejahtera, anak-anak rajin menyelesaikan pekerjaan rumah, itu tidak berarti dapat tenang, duduk dan diam saja seharian. Minimnya aktivitas dapat menurunkan kemampuan memori otak (daya ingat). Oleh karena itu, ambil beberapa pekerjaan yang ringan untuk dilakukan, senantiasa memusatkan pikiran kepada Tuhan dan bila perlu selalu membaca bacaan apa saja sehingga otak senantiasa aktif. Bila otak senantiasa aktif yang didukung dengan asupan nutrisi yang seimbang niscaya masa tua jauh dari penyakit lupa-ingat.

‘JANGAN MAKLUM DENGAN PIKUN’
Lupa dan Kehilangan Daya Ingat, bukanlah bagian Normal dari Penuaan

Eduardus Johanes Sahagun*
Alumnus Magister Psikologi UGM

DAFTAR PUSTAKA

American Psychologist. 2012. American Psychological Association Vol. 67, No. 1, 1–9 DOI
Azizah, Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu
Davison, G., Nealle, J., Kring, A. 2014 Psikologi Abnormal Ed.9. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Dementia diagnosis and management - A brief pragmatic resource for general practitioners. Version number 2, First published: 14/01/2015
Dwi Rahayu. 2015. Hubungan Dukungan Keluarga dengan kualitas hidup lansia di desa Pogungrejo Porworejo. STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta hal.35-46
Ebersole & Hess 2001. Geriatric Nursing and Healthy Aging, Mosby Year Book, ST Louis.
Finkel, D. & Pederson, N.L. 2000. Contribution of Age, Genes, and Environment to the Relationship Between Perceptual Speed and Cognitive Ability. Psychology and Aging, Volm 15, (1), p. 56-64.
Hendrie, H.C. 1995. Prevalence of Alzheimer’s Disease and Dementia in Two Communities: Nigerian Africans and African Americans, American Journal of Psychiatri, Vol. 152 : p. 1482-1492.
Muhammad, N. 2010. 100 Tanya Jawab Kesehatan Harian untuk Lansia. Yogyakarta. Tunas Publising.
Mahira Putra R.A., Grispenjas, Sumartono., Indarwati Retno., Mar’ah Has, Eka Mishbahatul. 2015. Reminiscence Therapy with Therapeutic Methods Group Activity Improve Elderly’s Cognitive Function. Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga, Jurnal Keperawatan, Vol. 7 edisi IV Hal. 130-135.
Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC Rahayu, D. (2015). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia di Desa Pogungrejo Purwerejo. Yogyakarta : STIKES Aisyiyah.
Palestin  B,  2006; Pengaruh Umur, Depresi dan Demensia terhadap Disabilitas Fungsional Lansia. diakses pada tanggal 29 Oktober 2017, Sumber: http://inna-ppni.or.id.
Panduan Praktik Klinik (PPK), (2015) Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Jakarta.
Pedoman Pembantu Rumah Tangga Mengurus Lansia Dengan Demensia.
Setiadi, (2016). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tumipa, Y Serly., Bidjumi, Hendro., Lolong, J. (2017). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kejadian Demensia Pada Lansia Di Desa Tumpaan Baru, Minahasa Selatan. E-Jurnal Keperawatan (e-Kep) Volume. 5, No. 1 Februari 2017, Hal.6-7.
Versayanti, 2008. Merawat Lansia di Rumah. Sumber : http://www.Tanyadokteranda.com/artikel/2008/06.merawat_lansia_dirumah. 24 November 2011

Komentar

Postingan Populer