Jangan Alpa dengan Lupa
Kajian Fenomenologi Tentang Dukungan Sosial
Bagi Penderita Demensia
PENDAHULUAN
Setiap
manusia pasti mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan dari bayi
sampai menjadi tua. Masa tua merupakan
masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami
kemunduran fisik, kognitif, mental dan sosial, sehingga mengalami kesulitan
melakukan berbagai kegiatan dan tugas harian. Lansia banyak menghadapi berbagai
masalah kesehatan yang perlu penanganan serius dan terintegrasi. Lansia adalah
periode dimana seorang telah mencapai kematangan dalam ukuran dan fungsi.
Selain itu, lansia juga adalah masa dimana seseorang akan mengalami kemunduran dalam
berbagai hal. Salah satunya adalah kemunduran kemampuan kognitif. Kemunduran
kemampuan kognitif merupakan bagian dari proses penuaan yang umum. Hampir
sebagian besar penelitian menunjukan bahwa setelah mencapai usia antara 45-55
tahun, kemampuan kognitif seseorang mengalami penurunan secara perlahan. Hal
ini berlangsung sampai pada masa lansia
(Tumipa dkk, 2017). Word
Alzeimer Report mencatat bahwa penurunan fungsi kognitif
akan menjadi krisis terbesar di abad ini, yang mana jumlah penderitanya akan
terus bertambah setiap saat.
Pikun,
menjadi sebutan klasik untuk lansia yang mengalami kemunduran kognitif. Kondisi
seperti ini telah lama dianggap sebagai hal yang lumrah jika dialami oleh orang
lanjut usia. Beberapa orang menyebutnya sebagai ‘penyakit tua’ karena sering
lupa. Akibatnya,
hampir sebagian orang ‘menjadi alpa
terhadap lupa'. Karena tidak memahami gejala ini sebagai kondisi
demensia, gangguan ini sering terabaikan.
Padahal,
beberapa penelitian menyebut bahwa gejala demensia dapat terlihat 12 tahun
sebelum pasien didiagnosa,
Penelitian
di Amerika Serikat menemukan, 80 persen pasien demensia, mulai mengalami
penurunan ingatan bertahun-tahun sebelumnya. Memang, sebagian dari para ahli
mengatakan tidak perlu khawatir kepada pasien yang mengeluhkan sering lupa
meletakkan barang. Namun tetap saja, jika situasi seperti itu sering dilakukan
oleh lansia, anggota keluarga yang lain harus mulai menyadari dan melakukan
pencegahan agar kondisinya tidak semakin akut.
Kemerosotan
atau penurunan fungsi kognisi lansia pada umumnya merupakan suatu yang tidak
dapat dihindarkan dan disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penyakit,
kecemasan atau depresi. Salah satu kemunduran kognisi yang umum diderita adalah
Demensia (Kepikunan) yang umum disebabkan
oleh penyakit Alzheimer dan Vaskular. Kedua penyakit ini dapat dialami semua orang tanpa
membedakan gender, status sosial, ras, bangsa, ataupun suku. Edukasi bagi
tenaga perawat, anggota keluarga dan relawan sangat penting dalam upaya memberi
asuhan keperawatan pada lanjut usia penyandang demensia, (Nugroho, 2008).
Demensia
(kepikunan) merupakan salah satu gangguan yang banyak terjadi pada lansia sebagai
efek dari perubahan fisiologis berupa kemunduran kognitif. Perubahan khas pada
lansia dengan demensia terjadi pada fungsi kognisi, memori, bahasa, kemampuan, visuo-spasial
dan gangguan perilaku serta pemenuhan kebutuhan lainnya. Lansia yang mengalami demensia
memiliki defisit aktivitas dalam kehidupan sehari-hari (Palestin, 2006).
Walaupun demikian, kemampuan intelektual lansia pada dasarnya dapat
dipertahankan. Salah satu faktor yang dapat mempertahankan kondisi tersebut
adalah dengan menyediakan lingkungan yang dapat merangsang ataupun melatih ketrampilan
intelektual mereka sehingga dapat mengantisipasi terjadinya kepikunan.
Selain
menyediakan lingkungan yang dapat merangsang dan melatih ketrampilan
intelektual mereka, Lansia yang mengalami demensia harus pula dihargai dan dihormati,
khususnya dukungan yang besar dari pihak keluarga, sebab dengan begitu mereka
akan meresa diterima dan menjadi lebih bahagia. Bagi lansia, keluarga merupakan sumber kepuasan. Para lansia
merasa bahwa kehidupan mereka sudah lengkap, yaitu sebagai orang tua dan juga
sebagai kakek dan nenek. Mereka dapat berperan dengan berbagai gaya seperti gaya
formal, gaya bermain, gaya pengganti orang tua, di
mana setiap gaya membawa keuntungan
dan kerugian masing-masing. Akan tetapi, keluarga yang tidak memberi
dukungan dan perhatian
dapat menjadi frustasi bagi orang lanjut usia. Hal ini terjadi jika ada hambatan
komunikasi antara lanjut usia dengan anak atau cucu yang memiliki perbedaan faktor
generasi, (Azizah, 2011).
Hal senada juga disampaikan dalam hasil penelitian
yang dilakukan Dewi Rahayu (2015) tentang hubungan dukungan keluarga dengan
kualitas hidup lansia di Porworejo. Kesimpulan menunjukan adanya hubungan
dukungan keluarga dengan kualitas hidup lansia di masa-masa senjanya. Dengan
berpedoman pada hasil penelitian ini, maka perlu untuk dikaji
dan pahami secara baik
bagaimana dukungan sosial yang harus diberikan oleh keluarga kepada lansia yang
menderita demensia, sehingga kehidupan mereka bisa dijalani dengan penuh
makna.
RUMUSAN
MASALAH
1. Pengertian
Demensia?
2. Gejala
& Ciri Umum Demensia?
3. Penyakit
yang Menyebabkan Demensia?
4. Penanganan
Terhadap Lansia dengan Demensia?
5. Dukungan
keluarga : Hidupkan Semangat Lansia dengan Demensia!
PEMBAHASAN
1.
DEFINISI
DEMENSIA
Istilah
demensia berasal dari akar kata
bahasa Latin ‘de’ (terpisah) dan ‘mens/mentis’ (pikiran). Dalam arti
sederhana, demensia menggambarkan adanya keterpisahan pikiran. Dengan bahasa
yang lebih ilmiah, demensia merupakan gangguan penurunan fungsi kognitif atau
penurunan kemampuan untuk memproses pikiran secara baik. Saat ini, orang
mengenal demensia sebagai gejala pikun atau kepikunan. Pikun atau kepikunan
merupakan gejala lupa yang sering terjadi pada orang lanjut usia. Pikun termasuk
gangguan otak yang kronis. Biasanya, gejala pikun ini berkembang secara
perlahan-lahan, dimulai dengan gejala depresi yang ringan atau kecemasan yang
kadang-kadang disertai dengan gejala kebingungan, kemudian menjadi parah
seiring dengan hilangnya kemampuan intelektual yang umum. Jadi istilah pikun
yang dipakai oleh kebanyakan orang memiliki terminologI ilmiah yakni demensia. Pengertian
demensia sekarang adalah kehilangan kemampuan kognisi yang sedemikian berat
hingga mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan, (Finkel, D. & Pederson, N.L.
2000).
Definisi
demensia menurut WHO adalah sindrom neuro-degeneratif
yang timbul karena adanya
kelainan yang bersifat
kronis pada otak disertai gangguan fungsi fisik seperti kapasitas
belajar, bahasa, dan
mengambil keputusan. Walau
demikian, kesadaran pada penderita demensia sama sekali tidak
terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan perubahan kontrol
emosi, perilaku, dan motivasi (Hendrie, H.C. 1995).
Dalam
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ), demensia merupakan
sindrom akibat penyakit atau gangguan otak
yang bersifat kronis, di mana terdapat
gangguan fungsi kortikal
yang besar (multiple higher cortical function), termasuk di dalamnya terjadi
penurunan daya ingat, daya pikir, orientasi hidup, daya tangkap (comprehension), kemampuan berhitung,
kemampuan belajar dan berbahasa. Umumnya disertai dengan kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi,
perilaku sosial, atau motivasi hidup. Pedoman diagnostik demensia menurut Diagnostic and Statistical Classification of
Diseases-Revition IV, (DSM-IV) adalah sebagai berikut :
§ Adanya penurunan
kemampuan daya ingat dan daya pikir sampai mengganggu kegiatan
harian seseorang seperti,
mandi, berpakaian, makan dan minum, menjaga kebersihan diri, buang air besar dan kecil.
§ Tidak
ada gangguan kesadaran (clear consiousness).
§ Gejala
dan disabilitas sudah nyata paling sedikit 6 bulan.
Menurut Alzheimer’s Disease Facts and
Figures, (2016), demensia merupakan suatu gejala yang
disebabkan oleh penyakit atau kelainan pada otak. Demensia ditandai dengan
terganggunya mental seseorang yang menyebabkan gangguan berpikir dan hilang
ingatan. Demensia juga dapat menyebabkan perubahan sifat dan perilaku
seseorang. Jika tidak ditangani, gejala demensia akan menjadi semakin buruk dan
mengganggu kegiatan keseharian. Pemahaman
lain tentang demensia yang diungkapkan dalam Dementia
Diagnosis and Management - A brief pragmatic resource for general practitioners,
menjelaskan
bahwa demensia adalah
sindrom (gangguan otak) yang mempengaruhi fungsi kerja otak. Ada banyak sekali
penyebab yang berbeda pada demensia. Tidak ada test tunggal untuk mendiagnosa
penyebab demensia secara mudah. Untuk menegakkan diagnosa seorang mengidap
demensia
atau tidak perlu melihat
riwayat hidup, gejala penyakit yang pernah diderita dan perkembangan kognitifnya dari hari ke hari dalam
rentang waktu yang cukup panjang.
Dari
penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa demensia adalah sindrom atau gangguan yang berkaitan dengan
penurunan kemampuan fungsi otak, seperti berkurangnya daya ingat, menurunnya
kemampuan berpikir dan memahami sesuatu. Demensia mengakibatkan
berkurangnya pemahaman dan
bahasa serta kecerdasan mental dan terjadi kemerosotan dalam
pengendalian emosi, perilaku sosial serta motivasi hidup. Sindrom ini umumnya banyak diderita oleh lansia.
Disamping itu, penderita yang parah biasanya mengalami delusi, halusinasi,
kesulitan berkonsentrasi, sulit mandiri dan memerlukan dukungan orang lain yang
intens.
2.
GEJALA
DAN CIRI UTAMA DEMENSIA
Demensia
adalah kondisi penurunan kognisi yang lama-kelamaan semakin memburuk. Penurunan
fungsi kognisi dapat terjadi dalam kurun waktu yang lama sebelum gejala
demensia muncul dan ditemukan. Perhimpuan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia
(PDSSI) dalam Panduan Praktek Klinik - Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia
(2015), mengemukakan beberapa gejala utama demensia antara lain:
§ Berkurang daya ingat.
Gejala yang paling umum dari demensia adalah berkurangnya daya ingat atau lazim
disebut kepikunan. Gejala awal yang sering ditemukan adalah pelupa, seperti
lupa meletakkan kunci atau dompet. Gejala ini dapat menjadi semakin buruk
seiring berjalannya waktu.
§ Sulit Fokus.
Penderita demensia sulit melakukan hal biasa dan sederhana dan butuh waktu lama
untuk bisa melakukannya.
§ Kesulitan membuat perencanaan dan
kegiatan harian. Penderita demensia kadang sangat sulit
untuk mengerjakan tugas-tugas yang rumit. Hal ini dapat terlihat dari hal-hal
yang sederhana seperti mencuci baju atau menyiapkan makanan, sulit mengemudi
dll.
§ Disorientasi waktu dan tempat.
Selain berkurangnya daya ingat, penderita demensia sering kali mengalami
kebingungan akan banyak hal. Seperti bingung akan waktu dan tidak tahu arah
pulang.
§ Kesulitan Memahami Visio-Spasial.
Penderita demensia juga mengalami kesulitan dalam mengukur jarak, membedakan
warna, tidak kenal wajah sendiri di cermin, menabrak cermin atau pintu kaca
ketika berjalan serta sulit mencari jalan keluar yang sebelumnya dilalui.
§ Kesulitan berkomunikasi dan mencari
kata-kata yang tepat. Penderita demensia sering kali
kesulitan dalam mencari kata-kata yang tepat untuk menyampaikan keinginannya.
Ketika hal ini bertambah parah, terkadang mereka menjadi frustrasi dan mudah
marah.
§ Meletakan Barang tidak pada
tempatnya. Penderita demensia sering salah meletakan barang
dan mulai curiga pada orang lain disekitarnya.
§ Salah Mengambil/Membuat Keputusan.
Penderita demensia bingung menentukan suatu hal, sulit menghitung, berpakaian
tidak serasi atau terbalik.
§ Menarik diri dari Pergaulan dan
aktivitas sosial. Hal ini bukan berarti menyendiri, tetapi
tidak tertarik dan tidak mau melakukan pekerjaan dan aktivitas sosial.Tidak
semangat untuk melakukan aktivitas atau hobi yang biasa dinikmati dan tidak
senang berkumpul dengan teman-temannya.
§ Perubahan Perilaku dan Kepribadian.
Emosi
penderita demensia dapat berubah secara drastis dan tidak dapat ditebak,
menjadi bingung, iritabilitas, depresi, takut atau menjadi sangat tergantung
pada anggota keluarga. Penderita demensia juga menjadi mudah kecewa dan putus
asa baik dirumah, lingkungan sosial, maupun dalam pekerjaan dan kegiatan
harian.
3.
PENYEBAB
UMUM DAN TIPE DEMENSIA
Diagnosis
demensia ditegakkan berdasarkan penilaian yang menyeluruh dan komprehensif dengan
memperhatikan usia penderita, riwayat keluarga, perkembangan awal gejala dan
adanya penyakit lain (misalnya tekanan darah tinggi atau kencing manis dll)
serta dilakukan pemeriksaan darah standar.
Demensia
menjadi sindrom yang benar-benar menakutkan, terutama untuk orang lanjut usia.
Demensia sebenarnya bukanlah penyakit yang menyerang tubuh itu sendiri. Gangguan
demensia termasuk semua jenis penyakit yang mempengaruhi kualitas memori secara
umum dan mengurangi kemampuan berpikir atau mengingat untuk penderitanya.
Sebenarnya semua orang baik usia muda maupun tua bisa terkena demensia.
Faktor
penyebab khusus timbulnya demensia yang banyak dikenal di dunia medis, menurut Alzheimer’s Disease Facts and Figures (2016), umumnya diklasifikasikan menjadi 4
tipe yaitu:
1. Penyakit Alzheimer
Penyakit Alzheimer merupakan
demensia yang paling umum dikenal karena paling sering dialami oleh lansia.
Alzeimer lebih umum terjadi pada perempuan karena umur perempuan yang lebih
panjang, Alzheimer menguasai sekitar 50 persen demensia pada orang-rang lanjut
usia. Dalam penyakit Alzheimer, jaringan otak mengalami kerusakan yang tidak
dapat diperbaiki. Penderita awalnya hanya mengalami kesulitan dalam
berkonsentrasi dan dalam mengingat materi yang baru dipelajari serta dapat terlihat
seolah pikirannya kosong dan mudah tersinggung, Namun pada akhirnya menggangu
kehidupan sehari-hari. Seiring berkembangnya penyakit tersebut, orang yang
bersangkuan sering kali menyalahkkan orang lain atas kegagalan dirinya dan
dapat mengalami delusi. Memori terus mengalami kemunduran dan orang yang
bersangkutan semakin mengalami disorientasi serta makin mudah tersinggung.
Depresi merupakan hal yang umum terjadi pada 30 persen orang-orang yang
menderita penyakit Alzheimer. Riwayat cidera kepala merupakan salah satu faktor
resiko menderita penyakit Alzheimer.
2. Demensia Frontal-temporal
Tipe demensia ini
biasanya timbul pada akhir usia 50-an. Selain gejala kognitif yang umum terjadi
pada demensia, demensia frontal temporal ditandai oleh perubahan perilaku dan
kepribadian yang ekstrim. Kadang penderita menjadi sangat apatetik dan tidak
responsif terhadap lingkungan mereka. Pada waktu lain mereka menunjukan pola
yang berlawanan seperti euforia, aktifitas yang berlebihan dan impulsif. Tidak
seperti penyakit Alzheimer, demensia frontal temporal tidak berkaitan erat dengan
hilangnya neuron kolinergik dan neuron serotonin adalah yang paling
terpengaruh. Penyakit pick adalah salah satu
penyebab demensia frontal temporal. Seperti halnya penyakit Alzheimer, penyakit
pick adalah gangguan degeneratif dimana neuron-neuron dalam otak menjadi
hilang. Penyakit ini juga ditandai oleh adanya kumpulan pick, yaitu sisipan
berbentuk bulat di dalam neuron. Demensia frontal temporal memiliki komponen
genetik yang kuat meskipun spesifikasi genetik tidak diketahui seperti dalam penyakit
Alzheimer. (Davison, G., Nealle, J., Kring, A. 2014).
3. Demensia Frontal Subkortikal
Demensia tipe ini
mempengaruhi sirkuit dalam otak yang menjulur dari daerah subkortikal ke
korteks. Karena derah otak subkortikal berperan dalam pengendalian gerakan
motorik, kognisi dan aktivitas motorik terpengaruh. Tipe-tipe demensia frontall
subkortikal mencakup berikut ini:
§ Khorea Huntington
disebabkan oleh gen dominan tunggal yang berlokasi di kromosom dan didiagnosis
terutama oleh neurologis berdasarkan uji genetik. Ciri behavioral utamanya
dalah adanya gerakan meliuk (bentuk korei). Penyakit ini merupakan penyakit
turunan yang menyebabkan merosotnya kemampuan sel saraf dalam otak secara
bertahap hingga sel-sel saraf itu mati. Pada penderitanya, kondisi ini akan
mempengaruhi kemampuan fisik dalam bergerak, menimbulkan gangguan kejiwaan atau
mental dan penurunan kemampuan berpikir. Penderita penyakit ini bisa muncul
pada usia berapa saja, namun yang umum dialami pada usia 30 tahun ke atas.
§ Penyakit
Parkinson
ditandai dengan tremor (gemetar),
kekakuan otot, akinesia (ketidak mampuan
untuk melakukan gerakan) dan dapat mengarah ke demensia. Penyakit ini
diakibatkan oleh kerusakan otak dan saraf progresif yang mempengaruhi gerakan.
Sel saraf dalam otak yang disebut substansia
nigra mengalami kerusakan sehingga tidak lagi memproduksi dopamin. Dopamin berfungsi sebagai
utusan antara bagian otak dan sistem saraf yang membantu mengontrol dan
mengkoordinasikan gerakan tubuh. Jika dopamin kurang, maka akan membuat gerakan
menjadi lambat, gemetar dan munculah parkinson. Muhamad Ali dan Michael J. Fox
menderita penyakit Parkinson.
§ Hidrosefalus
adalah penumpukan cairan dalam rongga otak yang disebut ventrikel. Hidrosefalus merupakan gejala dalam, di mana sirkulasi
cairan cerebrospinal terakumulasi
dalam rongga otak, (atau terdapat cairan di dalam otak). Cairan ini akan terus
bertambah sehingga ventrikel dalam otak membesar dan menekan struktur jaringan
otak sehingga terjadi tekanan dan menimbulkan demensia serta kesulitan untuk
berdiri dan berjalan. Kondisi tersebut dapat dipulihkan dengan operasi untuk
mengembalikan sirkulasi normal cairan cerebrospinal.
Penderita akan mengalami kesulitan dalam menggerakan kaki dan kerusakan kendali
kemih yang ditandai dengan sulit buang air kecil.
§ Demensia
Vascular.
Ini merupakan tipe paling umum kedua setelah penyakit Alzheimer. Penyakit ini
disebabkan karena berkurangnya aliran darah ke otak yang bisa disebabkan oleh
penyempitan pembuluh darah menuju otak. Tipe ini didiagnosis bila seseorang
pasien yang menderita demensia menunjukan gejala-gejala neurologis seperti
kelemahan pada satu lengan atau reflex–refleks abnormal atau bila pemindaian
otak membuktikan adanya penyakit serebrovaskular.
Yang paling sering terjadi, pasien mengalami stroke. Dimensia
vaskular membuat otak mengalami kesulitan dalam memproses informasi, sehingga
bisa membuat kehilangan memori, kebingungan, penurunan atensi dan kegiatan
rutin harian.
4. Penyebab Lain dari Demensia
Banyak penyekit infeksi
lain dapat menyebabkan demensia yang tidak dapat disembuhhkan. Seperti, Ensafalitis yaitu suatu bentuk
peradangan jaringan otak disebabkan oleh virus yang masuk ke otak dari bagian
tubuh lain (seperti sinus atau telinga) atau gigitan nyamuk. Selain itu, ada
juga Meningitis yaitu
peradangan pada membran yang melapisi bagian otak luar, biasanya disebabkan
oleh infeksi bakteri.
Ada pula organisme yang
menyebabkan penyakit sifilis (Treponema Pllidum) dapat masuk ke otak dan
menyebabkan demensia. Disamping itu, penyakit
HIV dan AIDS, Trauma kepala, tumor otak, kekurangan nutrisi (terutama
vitamin B kompleks), gagal ginjal atau hati dan masalah kelenjar endokrin juga dapat
mengakibatkan demensia. Keterpaparan terhadap racun seperti timbal dan mercuri,
serta penggunaan obat-obatan yang kronis, termasuk alkohol merupakan penyebab
lain dari demensia.
4.
PENANGANAN
PADA LANSIA PENDERITA DEMENSIA
Tujuan
utama penanganan lansia dengan demensia adalah agar penderita dapat
mengoptimalkan kemampuan yang masih ada dan memperbaiki kualitas hidupnya.
Segala upaya yang dilakukan tak lain untuk menunda progresi kemunduran daya
ingat. Penanganan demensia dapat dilakukan melalui pendekatan non-farmakologis
(psikososial) maupun dengan terapi farmakologis.
a. Pendekatan non-farmakologis
Pendekatan
non-farmakologis merupakan pendekatan awal pada Behavior and Psychological Symtoms of Dementia (BPSD). Dalam
pendekatan non-farmakologis, diperlukan intervensi lingkungan, perilaku dan
keluarga. Selain itu untuk menunda kemunduran kognitif, penderita demensia
harus menjalankan pola perilaku sehat dan stimulasi otak sedini mungkin. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif lansia yaitu usia, kemampuan
regenerasi pada otak dan hormon sehingga dapat menyebabkan kualitas hidup
menurun, status fungsional yang tidak optimal dan berpengaruh pada perasaan
bahagia serta kreativitas (Santoso & Rohmah, 2011).
Salah satu pendekatan
dalam menangani lansia dengen demensia adalah melalui psikoterapi. Life
reviev therapy merupakan salah satu metode terapi di mana, lansia
diminta mengekspresikan kembali perasaan mereka guna memicu munculnya rasa
percaya diri dan perasaan dihargai sehingga berdampak munculnya koping positif
yang mempengaruhi persepsi dan emosi mereka dalam memandang suatu masalah.
Terapi lain yang bisa
membantu lansia penderita demensia adalah Reminiscence therapy (terapi
kenangan). Reminiscence therapy
adalah teknik yang digunakan untuk mengingat dan membicarakan kehidupan
seseorang, (Stinson, 2006). Proses kenangan memberikan kesempatan kepada lansia
untuk membicarakan masa lalu dan konflik yang dihadapi. Proses ini memberikan lansia
perasaan aman dalam menyatukan kembali ingatan masa lalu dan menumbuhkan
penerimaan diri yang akan berguna untuk tujuan ke depan.Terapi ini digunakan
untuk lansia yang mengalami gangguan kognitif, kesepian dan pemulihan
psikologis (Ebersole et.al,2001). Reminiscence
therapy dapat diberikan pada lansia secara individu, keluarga maupun
kelompok. Pelaksanaan kegiatan terapi secara kelompok memberi kesempatan kepada
lansia untuk membagi pengalamannya pada anggota kelompok lain, meningkatkan
kemampuan komunikasi dan sosialisasi dalam kelompok serta efesien dalam hal
biaya maupun efektif dalam waktu.
Selain itu, penderita
demensia juga dapat ditangani dengan memberikan Senam otak atau latihan neurobik
secara rutin. Senam otak atau neurobik merupakan salah satu cara mempertahankan
kondisi ingatan dalam otak. Senam otak menurut para ahli melatih setiap bagian
otak untuk aktif dan berkoordinasi secara optimal. Otak dilatih supaya tetap
aktif dalam menerima dan mengelola informasi yang ditangkap indra, sekaligus
menyimpannya sebagai memori, (Mahira Putra R.A, dkk. 2015).
b. Pendekatan Farmakologis
dilakukan apabila pendekatan non-farmakologis tidak dapat memberikan hasil
optimal. Umumnya, terapi farmakologis diberikan sesuai target gejala yang
menjadi sasaran obat, yakni antipsikotik, antidepresan, antiansietas, mood stabilizer dan anti inflamasi atau anti radang (Non steroidal Anti-Inflammatory
Drugs). Penanganan
demensia menurut panduan dari American
Academy of Neurology (AAN) menggunakan obat asetilkolinesterase inhibitor,
vitamin, dan antioksidan. Selain itu, bisa juga diberikan Notropika yakni obat-obatan dan suplemen yang dapat memperbaiki
fungsi kognitif, terutama ingatan, kreativitas dan motivasi pada orang dengan
demensia.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Meskipun
penanganan medis yang efektif untuk demensia belum tersedia secara baik, pasien
dan keluarganya bisa dibantu untuk menghadapi berbagai efek tersebut.
Pendekatan psikologis yang diberikan secara umum bersifat suportif, dengan
tujuan utama yakni untuk meminimalkan gangguan yang ditimbulkan oleh perubahan
behavioral pasien. Tujuan ini dicapai dengan memberikan pemahaman kepada pasien
dan keluarga tentang gangguan tersebut dan berbagai konsekuensinya, menyediakan
informasi yang akurat tentang penyakit itu, membantu keluarga merawat pasien
tersebut dirumah, dan mendorong dikembangkannya sikap realistik dan bukan
katastrofik dalam menghadapi berbagai isu dan tantangan spesifik yang
ditimbulkan oleh gangguan kognisi ini.
Salah
satu aspek yang memegang peranan penting dalam penanganan demensia adalah
keperawatan. Merawat penderita demensia tidak mudah. Pemahaman yang cukup
tentang demensia, kesiapan mental, dan motivasi untuk berbagi merupakan modal
utama dalam memberikan asuhan. Kasih sayang dan perhatian merupakan pintu masuk
untuk memberikan asuhan yang utuh dan menyeluruh sehingga penderita demensia
merasa nyaman.Tindakan keperawatan pada pasien demensia sebaiknya dilakukan
dengan membina hubungan saling percaya, menciptakan lingkungan yang tenang,
tidak bising, sejuk, aman, warna dinding kamar teduh, reorientasi WTO (waktu,
tempat, orang), memberi perhatian cukup termasuk kebutuhan dasar, konsisten, menepati
janji, empati dan jujur serta melakukan kontak dengan pasien sesering mungkin.
Dukungan
sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan kepada lansia penderita demensia
sangat dibutuhkan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang
adekuat terbukti mampu meningkatkan moralitas dan akan membuat lansia dengan
demensia lebih cepat sembuh dari sakit, baik itu fungsi kognisi, fisik maupun
emosi. Peran keluarga dalam perawatan lansia antara lain, menjaga dan merawat,
mempertahankan dan meningkatkan status mental, memberi dukungan dan
memfasilitasi kebutuhan spiritual mereka. Dengan adanya dukungan dan perhatian
yang serius dari keluarga, lansia dengan demensia bisa terhibur dan merasa
masih memiliki makan hidup yang berarti.
Pertambahan
usia adalah hal yang pasti terjadi pada manusia, oleh sebab itu kita sebaiknya
menjaga kesehatan fisik dan mental di usia muda sehingga pada saat memasuki
masa tua, kita dapat meminimalisir pertumbuhan penyakit pada tubuh kita,
terutama penurunan fungsi kognitif atau demensia. Menjadi tua itu pasti. Namun
menjadi tua yang bijaksana itu pilihan.
2.
Saran
A.
Cara mengurangi resiko terkena demensia
sejak dini bagi yang masih muda:
§ Makan
Makanan yang sehat dan bergizi seimbang
§ Berolahraga
teratur
§ Brain Gym atau
Melatih otak secara berkala
§ Mengisi
Teka-Teki Silang
§ Bermain
Catur dan Kartu
§ Selalu
Berpikir Positif
§ Beraktivitas
Produktif
B.
Cara mencegah demensia bagi individu
yang sudah dan hampir memasuki usia senja agar tidak semakin lupa-ingat:
§ Senantiasa
memusatkan pikiran kepada Tuhan.
Betapa luar biasanya
manfaat yang kita rasakan ketika hati selalu terhubung dengan Sang Pencipta.
Manfaat yang dirasakan mulai dari membuat hati bahagia, mengusir stres, menekan
hawa nafsu yang sesat, menepis kebinatangan, mencegah terjadinya kejahatan
bahkan mengatasi masalah pikun. Tuhan adalah penjaga hati yang sejati yang
lebih berharga dari sekedar antivirus yang turut membuat pikiran mengalami perkembangan
ke arah yang positif.
Sudah bukan zamannya
lagi bagi anda untuk menyusahkan dunia ini sebab waktu semakin singkat untuk
dihabisakan untuk hal-hal duniawi. Oleh karena itu, usahakan untuk selalu fokus
Tuhan di segala waktu. Memusatkan pikiran kepada Tuhan adalah sumber
kebahagiaan yang tidak pernah berakhir (unlimited).
§ Beraktivitas
yang rutin setiap hari.
Biasanya jika sudah
berumur dan anak-anak sudah dewasa, aktivitas akan berkurang. Semua pekerjaan
akan diselesaikan oleh anak-anak atau orang lain. Kalau seharian duduk saja tanpa
berbuat sesuatu, sangat tidak baik bagi kesehatan otak. Oleh karena itu, jangan
biarkan anak terlalu memanjakan orang tuanya melainkan ambil beberapa pekerjaan
ringan untuk diselesaikan sendiri sebab tanpa aktivitas yang memberi manfaat,
maka hidup akan menelanmu menjadi seorang penderita pikun akut maupun kronis.
§ Selalu
berkomunikasi dengan sesama.
Jumlah kata yang keluar
dari mulut seseirang ditentukan oleh memori (daya ingat) dan kecerdasan. Karena
itu, jangan menyendiri seharian melainkan gunakan beberapa kosa kata positif
untuk saling berkomunikasi atau setidaknya saling berbagi informasi dengan orang
lain. Ramah tamah juga merupakan salah satu indikator kecerdasan intelektual
dan emosional seorang manusia.
Komunikasi tidak hanya
dilakukan secara tatap mata (komunikasi langsung) melainkan dapat juga
diungkapkan melalui karya seni (tulisan, pantun, cerpen, cerita, lukisan, patung,
ukiran, puisi, lagu, tarian dan lain sebagainya) dan bisa juga melalui teknologi
(hanphone, chatting, telepon, medsos
dan lain-lain).
§ Belajar
seumur hidup.
Usia yang terus
bertambah bukan berarti menghentikan proses belajar. Sudah lama meninggalkan
bangku sekolah bukan berarti anda tidak butuh lagi yang namanya belajar. Oleh
karena itu, untuk menepis penyakit pikun, anda harus senantiasa mengaktifkan
otak, salah satunya dengan belajar dan membaca buku-buku yang bermanfaat.
§ Kurangi
pikiran stres.
Stres adalah masalah suasana
hati. Kemampuan anda memanajemen pikiran sangat tergantung pada angka kejadian
stres. Karena itu, berusahalah semaksimal mungkin mengurangi peristiwa yang
memicu stres, berjuang menerima hasil apa adanya, hindari menolak tekanan (itu
sudah sewajarnya, sudah sepantasnya), peduli dan santun atau ramah kepada
sesama di saat yang tepat dan acuh tak acuh juga disaat yang tepat. Anda butuh
pengalaman pribadi (langsung ke TKP) dan harus bijak dalam menentukan pilihan
terbaik.
§ Mengkonsumsi
makanan dengan gizi seimbang.
Asupan makanan yang
seimbang harus tetap dijaga. Jangan hanya mengkonsumsi lauk pauk dan nasi saja
melainkan baik juga untuk selalu mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan.
§ Banyak
konsumsi air.
Lebih dari separuh
bahan penyusun (kandungan) otak adalah air. Bahkan lingkungan sekitarnya juga
mengandung air elektrolit yang disebut sebagai cairan otak. Asupan cairan yang
mencukupi turut membantu meningkatkan kinerja berpikir. Bila pikiran
kekuarangan cairan maka akan terjadilah yang namanya bias berpikir. Biasanya
untuk orang dewasa jumlah asupan air perhari kurang lebih 2 liter atau setara
dengan 8 sampai 10 gelas.
§ Berhenti
merokok dan kebiasaan meminum alkohol.
Rokok dan alkhol
sama-sama bahan kimia yang sifatnya keras. Untuk rokok, lebih baik bila anda
berhenti sama sekali. Sedangkan untuk alkohol, kenali batasannya (satu gelas
sehari), bila berlebihan jelas tidak baik dan memabukkan. Zat-zat kimia yang
terkandung didalamnya dapat meningkatkan resiko penyakit pikun (demensia) di masa
depan. Saat stres, jangan lari dari tekanan dengan merokok dan meneguk alkohol
sebab dapat menyababkan kerugian bagi diri sendiri dan juga bagi orang lain.
§ Buat
rencanakan kehidupan anda.
Perencanaan itu
sangatlah penting. Ada baiknya jikalau anda jangan sekedar menyusun rencana
jangka panjang saja (cita-cita di masa depan), melainkan sebaiknya turut
menyusun rencana jangka pendek. Misalnya, apa yang akan anda lakukan besok,
lusa, minggu depan dan lain sebagainya.
Merencanakan kehidupan
turut membuat anda lebih siap menghadapi situasi. Terlebih jikalau anda telah
mempersiapkan rencana cadangan untuk setiap hal yang kemungkinan mengalami
kegagalan. Aktivitas berpikir untuk membuat perencanaan dapat membantu mencegah
dan mengurangi kepikunan.
§ Buat
daftar aktivitas/ kebutuhan dalam buku catatan.
Ada baiknya jikalau
anda membuat catatan khusus tentang apa yang dilakukan hari ini. Tulislah
semuanya itu dalam buku catatan yang bisa dikantongkan (ukuran saku). Jika anda
merasa telah melupakan sesuatu maka lihatlah kembali ke dalam buku catatan itu
untuk merefresh pikiran agar tidak sampai melupakan sesuatu.
§ Buat
pengingat di gadget atau smartphone.
Anda juga bisa
menyimpan buku catatan tersebut di dalam handphone
atau smartphone yang dimiliki. Ini
bisa dituliskan dalam notbook atau
dalam bentuk pesan. Penggunaan gadget
juga turut membantu penjadwalan dari setiap aktivitas dengan memanfaatkan
fasilitas pengingat yang terdapat didalamnya. Keuntungan menggunakan pengingat
atau alaram ini adalah karena ia mengeluarkan suara pada tanggal dan jam yang
telah kita atur sebelumnya. Bisa jadi itu digunakan untuk mengingatkan kita
tentang jadwal aktivitas tertetentu yang mungkin selama ini sering kelupaan
karena penyakit pikun yang di derita.
§ Meminta
pasangan hidup atau saudara atau sahabat atau teman lainnya mengingatkan anda.
Peran orang-orang
disekitar anda sangatlah penting. Oleh karenanya jangan pernah memutuskan
hubungan baik dengan mereka. Selalu upayakan untuk berbuat baik ke sesama
setidak-tidaknya lewat ramah-tamah yang bisa diekspresikan kapan saja. Bila
anda memiliki sumber daya atau kemampuan atau potensi yang lebih berbagilah
seadanya.
Andapun dapat
memanfaatkan persahabatan ini agar mereka membantu mengingatkan anda tentang
suatu jadwal penting pada waktu-waktu tertentu. Komunikasikanlah itu kepada
mereka sembari menyebutkan jadwal, kegiatan atau acara, waktu dan tempat yang
akan diikuti kelak. Pastikan juga bahwa orang yang anda mintai tolong tersebut
bukanlah sosok yang suka pikun.
Kepikunan
berkorelasi positif terhadap aktivitas otak yang berhubungan dengan kegiatan
sehari-hari. Bila sudah berumur, hidup sudah sejahtera, anak-anak rajin
menyelesaikan pekerjaan rumah, itu tidak berarti dapat tenang, duduk dan diam
saja seharian. Minimnya aktivitas dapat menurunkan kemampuan memori otak (daya
ingat). Oleh karena itu, ambil beberapa pekerjaan yang ringan untuk dilakukan,
senantiasa memusatkan pikiran kepada Tuhan dan bila perlu selalu membaca bacaan
apa saja sehingga otak senantiasa aktif. Bila otak senantiasa aktif yang
didukung dengan asupan nutrisi yang seimbang niscaya masa tua jauh dari
penyakit lupa-ingat.
‘JANGAN MAKLUM DENGAN PIKUN’
Lupa dan Kehilangan Daya Ingat, bukanlah bagian
Normal dari Penuaan
Eduardus Johanes Sahagun*
Alumnus Magister Psikologi UGM
DAFTAR PUSTAKA
American Psychologist. 2012.
American Psychological Association Vol.
67, No. 1, 1–9 DOI
Azizah, Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia Edisi 1.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Davison,
G., Nealle, J., Kring, A. 2014 Psikologi
Abnormal Ed.9. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Dementia diagnosis and management - A brief pragmatic
resource for general practitioners. Version number 2, First published: 14/01/2015
Dwi Rahayu. 2015. Hubungan Dukungan Keluarga dengan kualitas
hidup lansia di desa Pogungrejo Porworejo. STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta
hal.35-46
Ebersole
& Hess 2001. Geriatric Nursing and
Healthy Aging, Mosby Year Book, ST Louis.
Finkel,
D. & Pederson, N.L. 2000. Contribution
of Age, Genes, and Environment to the Relationship Between Perceptual Speed and
Cognitive Ability. Psychology and Aging, Volm 15, (1), p. 56-64.
Hendrie,
H.C. 1995. Prevalence of Alzheimer’s
Disease and Dementia in Two Communities: Nigerian Africans and African
Americans, American Journal of Psychiatri, Vol. 152 : p. 1482-1492.
Muhammad,
N. 2010. 100 Tanya Jawab Kesehatan Harian
untuk Lansia. Yogyakarta. Tunas Publising.
Mahira
Putra R.A., Grispenjas, Sumartono., Indarwati Retno., Mar’ah Has, Eka
Mishbahatul. 2015. Reminiscence Therapy
with Therapeutic Methods Group Activity Improve Elderly’s Cognitive Function.
Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga,
Jurnal Keperawatan, Vol. 7 edisi IV Hal. 130-135.
Nugroho,
W. 2008. Keperawatan Gerontik.
Jakarta : EGC Rahayu, D. (2015). Hubungan
Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Lansia di Desa Pogungrejo Purwerejo. Yogyakarta
: STIKES Aisyiyah.
Palestin B,
2006; Pengaruh Umur, Depresi dan
Demensia terhadap Disabilitas Fungsional Lansia. diakses pada tanggal 29
Oktober 2017, Sumber: http://inna-ppni.or.id.
Panduan
Praktik Klinik (PPK), (2015) Diagnosis
dan Penatalaksanaan Demensia. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Jakarta.
Pedoman
Pembantu Rumah Tangga Mengurus Lansia Dengan Demensia.
Setiadi, (2016). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tumipa,
Y Serly., Bidjumi, Hendro., Lolong, J. (2017). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kejadian Demensia Pada Lansia Di
Desa Tumpaan Baru, Minahasa Selatan. E-Jurnal Keperawatan (e-Kep) Volume.
5, No. 1 Februari 2017, Hal.6-7.
Versayanti, 2008. Merawat
Lansia di Rumah. Sumber : http://www.Tanyadokteranda.com/artikel/2008/06.merawat_lansia_dirumah.
24 November 2011
Komentar