Tagar ‘Indonesia Terserah’ : HARUSKAH KITA MENYERAH?
Saat ini, tagar ‘Indonesia Terserah’ ramai
diperbincangkan dan menjadi trending di Twitter, Instagram dan beberapa media
sosial lain. Tagar tersebut kemudian dipopulerkan sebagai bentuk protes dari tenaga
medis terhadap perilaku masyarakat yang sudah tidak lagi mengindahkan
protokoler kesehatan dan aturan Pemerintah yang selalu berubah. Adanya tagar
ini, menuai banyak respondan dan penilaian dari berbagai pihak. Salah satunya
datang dari Guru Besar Psikologi Sosial UGM, Prof Faturochman. Baginya, tulisan
‘Indonesia Terserah’ yang ramai di
media sosial tersebut, meskipun bernada menyerah, sebenarnya para tenaga medis
tidak menyerah, karena mereka terikat sumpah profesi dan tentu semangat
pelayanan dalam diri mereka tidak bisa hilang begitu saja. Tagar tersebut
dilihat hanya sebagai bentuk protes tenaga kesehatan terhadap kurangnya
disiplin masyarakat terkait pencegahan Virus Corona dan peraturan Pemerintah
yang selalu berubah-ubah bahkan ‘melonggarkan’ PSBB, (Kompas.com, Minggu,
17/5/2020).
Pertanyaan sekarang adalah, kalau
sampai protes ini diabaikan, dan seandainya para tenaga medis sudah tidak
peduli dan cuek (masa bodo), apa yang akan terjadi? Mampukah kita merawat diri
kita sendiri? Dapatkan orang mati menguburkan orang mati, atau orang sakit
menolong orang sakit? Saya kira tagar ini bukan sesuatu yang biasa. Tagar ini
perlu mendapat perhatian serius dari kita semua, terlebih para pemangku
kebijakan. Bahwasannya para tenaga medis sudah sangat kelelahan dan jenuh
dengan situasi yang terjadi sekarang. Bahkan, saya pernah bertanya kepada salah
satu perawat, dia secara jujur mengatakan bahwa dia jenuh karena capek dan lelah
mengurus para pasien yang terlalu banyak.
Inilah realita yang tidak bisa
kita tampik, bahwa para tenaga medis yang bertugas menangani pasien Covid-19
kini banyak yang mengalami stres/tekanan karena tuntutan pekerjaan yang overload, seperti memberikan pelayanan
keperawatan pada pasien, baik untuk kesembuhan ataupun pemulihan status fisik
dan mentalnya, memberikan pelayanan lain bagi kenyamanan dan keamanan pasien
seperti penataan tempat tidur dan lain-lain, melakukan tugas-tugas
administratif, dan lain sebagainya. Apabila keadaan seperti ini berlangsung
lama dan terus-menerus, maka pasti para tenaga medis akan mengalami kelelahan
fisik, emosi, dan mental. Inilah dikenal dengan gejala burnout (kelelahan kerja).
Karena pelayanan dan penanganan
bagi semua orang, baik yang masih berstatus ODP, PDP ataupun bagi yang sudah
positif corona, menjadi prioritas utama para tenaga medis yang tidak bisa
ditinggalkan apalagi dibiarkan begitu saja, maka kelelahan pun tak terelakkan.
Walau demikian, atas nama kemanusiaan mereka tidak bisa melepas tanggung
jawabnya begitu saja. Hal utama yang menjadi prioritas adalah kesehatan dan
keselamatan banyak orang.
Saya tentu sepakat dengan
perkataan Prof. Faturochman, bahwa tagar ‘Indonesia
Terserah’ hanya merupakan bentuk ketidakpuasan para tenaga medis atas
situasi yang semakin ‘kacau’ dan tidak tentu saat ini. Kalau memang kita mau
masuk dalam situasi ‘New Normal’, tentu kita harus mempersiapkan diri sebaik
mungkin. Belum lagi, Indonesia saat ini sepertinya akan menerapkan konsep herd immunity. Bagi saya, untuk masuk
dalam ‘new normal’ dengan diawali herd
immunity belum dapat dilakukan, sebab
kebiasaan dan perilaku masyarakat kita masih dibilang ‘sulit’ untuk mengikuti
protokoler kesehatan. Sehingga kalau ini dipaksakan, maka angka kematian akan
meningkat drastis. Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga tidak
merekomendasikan setiap negara menerapkan herd
immunity dan/atau melonggarkan lockdown.
Sebab menurut WHO herd immunity
bukanlah cara utama yang tepat untuk memutus penyebaran COVID-19. Inilah kompleksitas
permasalah yang mungkin tidak kita sadari.
Saat ini, tanggung jawab besar
berada di pundak para tenaga medis. Dunia sekarang sedang menggantungkan
harapan pada mereka agar semua pasien bisa ditangani dengan baik. Karena itu,
dukungan sosial, juga dukungan moril dan materil harus diberikan oleh kita
semua. Kalau kita melakukan pembiaran, saya kira akan ada banyak kejadian buruk
yang bisa terjadi. Kita sebagai masyarakat biasa, perlu kritis dan pandai dalam
mengelola aktivitas hidup keseharian. Para tenaga medis perlu diberi dukungan agar
mereka tetap teguh dalam menjalankan tugas pelayanannya. Ada banyak bentuk
dukungan yang bisa kita lakukan, salah satunya adalah dengan mengikuti anjuran
Pemerintah; tetap di rumah, hindari keramaian, jaga jarak, cuci tangan setiap
kali menyentuh benda di tempat umum, memakai masker saat keluar rumah dan
berbagai cara lain yang kita bisa lakukan sendiri.
Kita juga perlu memberikan dukungan
secara emosional kepada para tenaga medis, sebab dengan adanya dukungan
emosional itu, mereka merasakan adanya perhatian yang membuat mereka merasa
lebih nyaman saat menghadapi kesulitan di tempat kerja. Melalui adanya hubungan
yang berarti serta dukungan sosial yang menandakan seseorang diterima, maka
pada akhirnya resiliensi perawat akan meningkat. Dalam situasi ini, resiliensi
merupakan hal yang perlu dibangun oleh tenaga medis untuk dapat mengatasi
tantangan dan kesulitan di tempat kerja serta sebagai faktor protektif mencegah
burnout dan tress berlebihan. Dengan
adanya resiliensi, maka kemampuan tenaga medis untuk bangkit kembali dalam
mengatasi situasi sulit dapat terjadi. Resiliensi di tempat kerja merupakan
sarana untuk memfasilitasi seseorang tenaga medis agar mampu beradaptasi dengan
lingkungan yang penuh tekanan di tengah pandemi ini. Salah satu faktor internal
yang dapat mempengaruhi kemampuan tenaga medis dalam mengatasi kesulitan atau
stressor adalah ketahanan mental (resilience
of efficacy).
Kalau kita ingat jasa mereka,
saya kira kita akan tergerak untuk taat melaksanakan berbagai aturan yang
disampaikan dalam protokoler kesehatan. Ini semua untuk kebaikan kita bersama.
Semoga para perawat tetap teguh melayani, dan kita harus menghargai mereka
dengan cara tetap mengikuti semua anjuran. Biarpun aturan Pemerintah kadang
berubah karena kepentingan ‘politis’, tetapi dalam hal kesehatan, kita perlu
mengambil sikap yang lebih kritis. Bijaklah dalam bertindak dan beraktivitas,
hormati dan hargailah para tenaga medis, sembari beri dukungan sosial yang
penuh terhadap mereka, sebab tanggung jawab mereka sangat berat. Kiranya tagar ‘Indonesia Terserah’ bisa berubah
menjadi ‘Indonesia Bangkit’. Bersama
kita pasti bisa!
Komentar