Tagar 'Indonesia Terserah' - KITA JANGAN MENYERAH!
KIPAS ANGIN: Sebuah Kelompok
Kecil dengan Gagasan Besar
Secuil Catatan dari Kami Para
Pemikir Lepas....
Tulisan ini muncul dari
perbincangan yang terjalin di antara anggota grup whatsapp bernama 'KIPAS
ANGIN'. Anggotanya tidak banyak, hanya berjumlah 7 orang dengan latar belakang
pendidikan yang berbeda-beda. Ada Dokter Hewan, ada Ahli Geofisika, ada Ahli
Bahasa dan Sastra, Ada Tenaga Medis-Tenaga Kesehatan, dan Ada juga ilmuan
Psikologi (Sosial). Kelompok kecil ini terbentuk ketika kami masih berstatus
mahasiswa di UGM dan kebetulan pada waktu itu, kami sering mengadakan arisan
bulanan. Nominal arisannya tidak besar, tapi cukup untuk 'bersenang-senang'
bersama orang terkasih. Sehingga untuk memudahkan komunikasi, kami membuat grup
whatsapp.
Kisah kami tidak banyak dan tidak
rumit. Perbincangan pun tidak rutin. Tetapi ada kedekatan didalamnya, karena
ternyata di balik 'diamnya' kami, ada kerinduan yang disembunyikan. Kami
hanyalah kumpulan orang-orang biasa, dan sederhana, tapi memiliki pemikiran
yang tidak biasa dan tidak sederhana. Ketidak-biasaan dan ketidak-sederhanaan
pikiran kami itu terkonstruksi manakala kami duduk bersama (waktu itu) di
sebuah kontrakan milik teman drh. Rista dan drh. Tory. Kontrakan kecil itu
selain menjadi tempat menunggu penuh harap sebuah 'kocokan' arisan bagi siapa
yang akan mendapat, tetapi sekaligus menjadi ruang penuh raung, di mana ide dan
gagasan kami dibenturkan didalamnya. Dengan latar belakang ilmu yang berbeda
itulah, gagasan besar kami 'dilempar' di atas lantai keramik ruang tamu
berukuran 4x5m, untuk diuji, dikritisi, difalsifikasi dan/atau diverifikasi.
Alhasil, terbentuklah ide yang sarat akan dimensi kebaruan dari perpaduan
banyak pendekatan. Beragam perspektif pun muncul dengan sudut pandang yang
khas, unik dan inovatif. Kami sadar, bahwa perbedaan ilmu, bukanlah halangan
untuk tidak bisa melakukan diskursus. Justru, keragaman ilmu itulah yang
menjadikan kami selalu berusaha berkolaborasi sembari menyatukan perspektif
ilmu yang berbeda itu.
Kini, kami sudah tidak bersama.
Tetapi pertukaran ide masih sering kami lakukan lewat media whatsapp.
Sebenarnya sudah ada banyak hal yang sering kami perdebatkan. Akan tetapi, di
tengah situasi pandemi Covid-19 yang masih belum surut ini, saya ingin berbagi
tulisan kecil dari diskusi yang kami perbincangkan mengenai persoalan kebijakan
Pemerintah dan kebermanfaatannya pada hidup masyarakat. Di lain kata, diskusi
kami lebih mengarah ke evaluasi atas himbauan (instruksi) Pemerintah terhadap
hidup masyarakat yang terdampak Covid-19. Mulai dari instruksi BKKBN yang
menghimbau agar menunda kehamilan bagi pasangan usia subur (PUS) di tengah
Pandemi Covid-19, sampai pada sentilan akan 'kepentingan' politis dibalik
Kebijakan Pemerintah yang tidak tegas dan tidak konsisten. Akibatnya, muncul
tagar 'Indonesia Terserah' dari para tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya.
Ada juga diskusi sampai pada geo politik internasional yang sebenarnya sedang
mengancam.
Gagasan yang muncul dari diskusi
kami tidak terlalu berat. Kami melihat bahwa semua himbauan (instruksi)
Pemerintah sudah sangat baik. Dan kalau masyarakat mematuhi semua itu, kami
yakin, mata rantai Covid-19 bisa terputus. Mengenai himbauan BKKBN, kami
melihat bahwa larangan (tunda) hamil di tengah pandemi adalah salah satu cara
terbaik yang perlu diindahkan oleh setiap pasangan suami istri, terlebih pada Pasangan
Usia SUbur (PUS). Tak bisa kita pungkiri bahwa selama pandemi Covid-19 ini,
Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) sangat rentan terjadi, karena adanya penurunan
jumlah pelayanan KB secara nasional dari masing-masing jenis alat-obat
kontrasepsi (alokon). Hal ini dindikasi bahwa Pasangan Usia Subur (PUS) yang
memerlukan kontrasepsi tidak bisa mengakses layanan kontrasepsi di faskes dan
menunda ke faskes selama Covid-19 jika tidak dalam kondisi gawat, karena adanya
kekhawatiran PUS yang memerlukan kontrasepsi tertular Covid-19. Karenanya,
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memberikan
beberapa saran bagi ibu muda yang di tengah pandemi COVID-19 ini sedang
mengalami kehamilan, diantaranya, menunda kehamilan, dan/atau, kalau sudah
terlanjur hamil, maka istri sebaiknya banyak beristirahat di rumah. Dan bagi
mereka yang sedang hamil, dihimbau untuk tidak berhubungan seks terlalu sering
dengan pasangannya atau bahkan tidak melakukannya sama sekali terlebih dahulu
selama pandemi ini. Hemat kami, himbauan ini adalah langkah baik yang patut
dilakukan oleh kita semua, terkhusus oleh pasang suami istri dan PUS. Terlepas
dari kontroversi bahwa seolah Pemerintah (dalam hal ini BKKBN) terlalu sibuk
mengurus 'kamar' orang sehingga masuk dalam wilayah privasi, tetapi himbauan
ini dinilai cukup urgen. Sekali lagi, ini hanya himbauan, sehingga kalau ada
pasutri yang tidak mengindahkannya, juga tidak apa-apa. Toh, yang mengalami
adalah pasutri itu sendiri.
Lain lagi, dalam diskursus itu,
kami juga menyoroti soal maksud dibalik munculnya tagar 'Indonesia Terserah'
dari pada tenaga medis (kesehatan). Kami menemukan bahwa tagar tersebut pada
dasarnya adalah suatu bentuk protes terhadap masyarakat yang 'kepala batu' atau
tidak peduli dengan anjuran atau protokol kesehatan, sekaligus ketidak-puasan
terhadap Pemerintah yang tidak tegas dan tidak konsisten dalam menerapkan
aturan, khususnya PSBB yang kini hendak 'dilonggarkan'. Tagar 'Indonesia
Terserah' bukan saja berarti para tenaga medis itu cuek, pasrah, atau tidak
peduli, karena kami tahu bahwa mereka terikat sumpah dan kode etik. Sehingga
sangat tidak mungkin mereka akan masa bodo dengan situasi yang ada. Yang pasti
bahwa tagar itu hanyalah bentuk protes yang perlu diperhatikan oleh kita semua.
Meskipun tagar itu bernada menyerah, sebenarnya para tenaga medis tidak
menyerah, karena semangat pelayanan dalam diri mereka tidak bisa hilang begitu
saja.
Hanya satu saja harapan yang
tersirat dalam tagar tersebut yakni, semoga masyarakat tidak cuek dan masa bodo
terhadap himbauan yang sudah disampaikan, sehingga virus mematikan ini tidak
menjangkiti lebih banyak orang lagi. Selain itu, konsistensi dan ketegasan
Pemerintah juga harus ditunjukkan. Pemerintah jangan hanya sibuk memberi
himbauan tetapi tidak dikuatkan dalam undang-undang menjadi sebuah instruksi.
Sebab, kalau hanya berupa himbauan, kami yakin masyarakat akan sulit taat. Tapi
kalau sudah menjadi instruksi (yang dikukuhkan lewat regulasi UU) maka niscaya
masyarakat kita bisa lebih tertib. Pertanyaan sekarang, apakah Pemerintah sudah
mengindahkannya? Kami harap, tagar 'Indonesia Terserah' tidak membuat kita
menyerah, melainkan menjadikan kita berubah menjadi 'Indonesia Bisa!
Diakhir catatan ini, kami ingin
memberi beberapa catatan kritis:
1. Semua
himbauan dari pemangku kebijakan (Pemerintah) hendaknya dipertegas dan tidak
boleh berubah-ubah.
2. Masyarakat
jangan diberi kesempatan untuk beraktivitas seperti biasa, karena akan
berbahaya, sebab kebiasaan kita untuk tertib dan taat pada aturan/himbauan masih
tergolong rendah.
3. Tagar
'Indonesia Terserah' perlu dimaknai oleh Pemerintah maupun Masyarakat sebagai
suatu bentuk teguran dan protes yang patut mendapat perhatian serius.
4. Transparansi
data dan perhatian serta kebijakan Pemerintah dalam menghadapi situasi pasca
Covid-19 perlu dipersiapkan sedini mungkin agar kita tidak kehilangan arah dan
gagasan.
Salam!
Komentar