Hidup : “ Daya Penggerak Menuju Kebahagiaan”
Wardy Kedy
Hidup kita di dunia ini hanya sebentar
saja. Ada
penelitian yang mengatakan bahwa hidup kita manusia modern saat ini tidak akan
lebih dari delapan puluh tahun. Atau kalau ada yang dapat hidup lebih dari itu pun, hanya
sementara. Tidak akan berlangsung lama. Delapan puluh tahun adalah waktu yang
tidak lama. Sadar atau tidak, sebagian besar hidup kita berlalu begitu saja
tanpa bekas. Kalau ada pun itu hanya sebagian dari hidup kita, dan tidak
semuanya. Tiap hari kita bangun tidur lalu beraktivitas, melakukan segala
kegiatan hidup harian kita, pergi kesana-kemari, kadang kita jatuh sakit,
kadang mengalami dukacita, kadang gembira dan bahagia, kadang stres, pusing,
bimbang dan masih banyak hal lain lagi yang selalu menjadi rutinitas kita
srtiap hari. Dari sini, saya mengakjak kita untuk merefleksikan atau coba kita
hitung berapa harikah yang bagi kita sangat menyenagkan atau berapa harikah
yang sungguh-sungguh penuh makna dan arti bagi kehidupan kita? Apakah kehidupan
kita telah berjalan dengan baik sesuai keinginan kita? Apakah kehidupan kita
itu telah memiliki bermakna dan memiliki nilai yang utuh selamanya? Apakah
segala arti dan nilai baik dari kehidupan kita itu berakar kuat dan tidak
runtuh dengan mudah oleh peredaran waktu? Jawabanya kembali ke diri kita
masing-masing.
Kita
memang berada dan hidup di dunia ini hanya sementara. Dan segala yang kita
lakukan dan segala yang kita buat serta kumpulkan untuk kebahagian hidup kita
memang tidak berguna sedikitpun untuk kehidupan kita di akhirat. Namun rupanya
Sang Pencipta tidak berpandangan demikian. Walau hidup manusia hanya sebentar, dan manusia hanya
memegang peran figuran saja, namun Tuhan tidak sedikitpun menganggap manusia
tidak berharga dan bernilai. Bagi Tuhan, manusia sangatlah berharga. Manusia
adalah citra Allah sendiri, karena itu Allah sangat mencintai dan mengasihi
manusia. Bukti cinta dan kasih Allah ini nyata dalam diri Yesus Kristus, Putera
Allah sediri yang diutus untuk menyelamatkan manusia dari dosa dan
menyelamatkan manusia dari keadaan yang tak berarti, yang disebabkan oleh ulah
manusia sendiri yang menyalahgunakan kebebasan dan yang berpaling dari Dia Yang
Menciptakan segalanya. Tuhan sangat menghendaki agar agar manusia berkembang
dalam hidup menuju kebahagiaan dan berkembang sebagai citra Allah sendiri sebab
bagi Allah manusia begitu berharga dari pada emas dan perak atau batu mulia
yang begitu indah. Dengan tidak mempertimbangkan kemulian-Nya di Surga, Allah
Putera yaitu Yesus mengosongkan diri dan menjadi sama dengan kita manusia (Bdk.
Fil. 2:7), supaya kita diangkat menjadi serupa dengan Dia. Manusia yang
diciptakan menurut citra Allah, ditebus dan diangkat ke tingkat yang lebih
mulia lagi; menjadi anak-anak Allah. Berkat sakramen pembaptisan yang
memperoleh kekuatan dari air yang mengalir ke luar dari lambung tertikam Yesus,
Putera Allah yang mnejadi manusia itu, kita manusia lahir kembali menjadi
anak-anak Allah. Dan karena itu juga kita akhirnya manjadi Saudara Yasus penyelamat kita itu. Maka kita sebenarnya dipanggil
untuk dengan baik sebagai suatu ciptaan baru. Setiap orang tua tentu
menginginkan supaya masing-masing anaknya menemukan jalan hidupnya sendiri,
dapat berkembang menjadi orang yang baik dan berguna, dapat bergerak maju dalam
bakat dan talenta yang ada serta yang terpenting adalah dapat memperoleh
kebahagiaan hidup yang sempurna. Demikian pula dengan Bapa kita di Surga. Ia
sangat menginginkan agar kita menyadari keberadaan kita, menyadari diri dan
hidup kita, menyadari tujuan hidup kita, mengembangkan segala talenta kita
masing-masing dan terlebih agar kita dapat berkembang mewujudkan kekhususan
kita masing-masing agar memperoleh kebahagiaan hidup. Karena semuanya itu
adalah milik Tuhan dan dari Tuhan, maka denga menerima itu semua kita
diharapkan mampu mengembangkannya dengan baik dan bijaksana supaya kita dapat
memperoleh kebahagiaan di sini dan di akhirat kelak. Dari semua jalan hidup
yang kita tempuh, yang paling membahagiakan adalah jalan yang ditunjukan oleh
Allah kepada kita, sebab dialah yang paling mencintai kita dan yang mengenal
betul tentang diri kita, tentang siapa kita dan sebagainya.
Hidup kita masing-masing memiliki
tujuan. Kita diciptakan untuk mencapai tujuan hidup kita itu dan dengan
demikian kita juga ikut serta dalam rencana Ilahi yang begitu agung dari yang
kita bayangkan. Sesungguhnya tujuan itu sangat kuat dalam hati kita dan
mendesak kita untuk bias segera memperolehnya. Dan salah satu tujuan hidup kita
adalah Kebahagiaan. Setiap kita tentu
mengharapkan kebahagiaan. Siapa di dunia ini yang tidak mau bahagia? Semua
orang tentu sangat menginginkannya. Dan untuk mencapai itu, orang perlu bekerja
keras. Panggilan batin kita menantang kita untuk bias menjangkau tujuan kita
itu. Dan sebenarnya ada dua daya yang membentuk penggilan itu, yakni Daya Hidup itu sendiri yang menggugah
dari dalam dan Daya Kegiatan Ilahi yang
muncul dari hati sanubari kita. Kalau panggilan batin itu diperhatikan dengan
baik, maka hidup kita ini akan sungguh-sungguh berarti dan terarah menuju
kepada kebahagiaan. Sebaliknya, bila kita mengingkarinya atau tidak
memperhatikannya, maka hidup kita akan mudah dicemari dan dirasuki kekecewaan
dan kebosanan.
Setiap kita manusia tentu memiliki
suatu daya penggerak dari dalam yaitu
hidup itu sendiri. Hidup adalah suatu daya
atau tenaga atau kekuatan dari dalam diri
setiap makhluk hidup. Jika kita benar-benar hidup, kita tentu akan
mengalami banyak dorongan atau daya kekuatan yang menimbulkan kegenbiraan dan
kebahagiaan, perkebangan diri dan daya cipta kita. Semakin giat atau semangat
kehidupan kita, maka akan semakin kuat dorongan gerak atau daya gerak dari
dalam diri kita itu. Semakin hidup kita penuh semangat, semakin besar pula daya
gerak yang berasal dari dalam diri kita. Orang lain akan menganggap kita
bersemangat dan begitu bahagia karena kita dapat menggerakan daya kekuatan dari
dalam hidup kita itu. Semua kata-kata orang tentang kita sperti manarik, lucu,
humoris, bersemangat, imajinatif, kreatif, pandai dan sebagainya, sebenarnya
mengungkapkanseluruh gerakan besar dari dalam diri kita. Apabila kita merasa
lesu, loyo, tidak bersemangat, kurang bergairah, pastilah tenaga penggerak dari
dalam diri kita sangatlah lemah. Perasaan seperti itu akan membawa kita kepada
ketidaksejahteraan dan ketidakbahagiaan hidup dan lebih ektrem dapat pula
dikatakan dapat membawa kita pada “kematian”. Semakin kita digerakan dari luar
dan bukan dari dalam diri kita, maka semakin dekat pula kematian kita. Dan pada
akhirnya sewaktu perjalanan menuju ke makam, orang lainlah yang akan menggotong
kita. Sungguh menyedihkan bila hal ini sampai terjadi pada diri kita.
Kehidupan
kita dapat diwujudkan dalam empat dorongan atau empat daya pokok dari dalam
batin kita. Semakin
dorongan itu dirasakan dan disadari, semakin giat dan bersemangat pula
kehidupan kita. Sebaliknya semakin dorongan itu terbendung, hidup kita akan
semakin kacau, lesu dan tak berarti apa-apa. Empat dorongan itu antara lain :
- Menggemari Diri kita Sendiri
Kalau kita dapat menggemari atau mengakui
diri kita sendiri, maka tentu dalam diri kita itu akan terdapat banyak tenaga
untuk dapat menjalankan hidup ini dengan lebih bersemangat. Kalau kita senang
dan menyukai segala tuga kita, maka kekuatan besar dalam diri kita akan
membentu dan mendorong kita untuk menjalankan dan menyelesaikan segala tugas
yang diberikan. Sebaliknya jika kita tidak menyenangi diri kita sendiri maka
kita tidak memiliki dasar yang kuat untuk menjalankan hidup dengan gembira dan bergairah.
Kalau segala tugas dan pekerjaan kita tidak kita senangi, maka kita akan cepat
capek, lelah, bosan, dan akam embuat kita enggan untuk mengerjakannya, bahkan
sangat sulit untuk menggerakan diri kita supaya menyelesaikannya. Maka dari
itu, kita perlu mengenali dan menyukai diri kita sendiri sehingga akan membawa
dorongan yang besar untuk mengembangkan pribadi kita. Kalau kita membenci diri
kita, kita cenderung merugikan bahkan menghancurkan diri kita. Sebenarnya kita
memiliki kecenderungan kodrati untuk menyukai diri kita yang sebenarnya dan
menggemari apa yang kita lakuakan. Karena itu kita perlu mengakui dan
senang terhadap diri kita sendiri. Jalan hidup memang berat namun patut
dijalankan. Itu yang dikehendaki Tuhan. Ia salalu memberikan hal-hal yang kita
rasa berat namun Ia tidak pernah mengharapkan supaya kita putus asa. Maka
lakukanlah semua yang kita bisa dengan di dasarkan pada pengakuan dan
penerimaan diri yang intens.
- Berkembang Menuju Kesempurnaan Diri
Setiap kita manusia memiliki dorongan
untuk bertumbuh. Kalau akal budi kita hidup, maka kita tentu akan selalu
berusaha menambah pengetahuan kita. Jika hati kita hidup, maka kita akan
semakin bergairah untuk mencintai segala sesuatu. Jika kehendak kita hidup,
maka kita akan lebih bersemangat melibatkan diri dalam segala hal untuk
mencapai segala tujuan hidup kita yaitu kebahagiaan. Otak yang tidak dipertajam
dengan pelbagai ilmu pengtahuan secara perlahan akan tumpul. Hati yang berhenti
mencintai dan mengasihi akan memudar. Kalau kita tidak mau melibatkan diri
dalam segala hal atau jika kita bersikap tidak setia lagi maka hal itu akan
melemahkan daya kehendak kita. Kalau demikaian, mautlah yang akan menjemput
kita.
- Memberi (membuat atau menghasilkan sesuatu bagi orang lain)
Segala hasil alam baik flora maupun
fauna menurut kodratnya akan menghasilkan sesuatu bagi kebutuhan manusia.
Segala kekayaan ciptaan Allah hadir untuk memenuhi segala yang dibutuhkan
manusia. Demikian pula manusia. Dalam hatinya ada dorongan untuk mengamalkan
dan mewujudnyatakan tenaganya untuk kebahagiaan orang lain. Kalau kita sungguh-sungguh
hidup, kita akan memiliki hasrat untuk membantu orang lain. Kalau diri kita
teratur baik kita akan memiliki kecenderungan untuk bersikap murah hati dan
bersedia melakukan segala tugas yang diberikan sekalipun sangat berat. Kita
perlu melakukan ini karena kita hidup tidak dapat sendiri, kita membutuhkan
orang lain. Dengan bersikap murah hati, sabar, menolong dan membantu orang
lain, maka kita akan memperolah kebahagiaan tersendiri dalam hidup kita. Kita
harus rela melayani sesame kita yang membutuhkan uluran tangan kita, sebab
Yesus sendiri juga melakukan hal yang sama. Ia dating bukan untuk dilayani
melainkan sebagai pelayan (bdk.
Mat.20:28). Jadi, kesediaan untuk
membantu dalam hal ini memberi mutlak kita lakukan karena menandakan kehidupan yang bahagia,
sedangkan sikap ingat diri atau ego akan menandatangkan kematian.
- Menerima (rela menanggung beban demi kepentingan orang lain)
Setiap makhluk hidup dalam hal ini kita
manusia tidak hanya memiliki dorongan untuk memberi elainkan juga memiliki
dorangan untuk menerima apa yang ditawarkan kepadanyaa. Suatu tumbuhan akan
hidup baik dan menghasilkan banyak buah bila ia memiliki dorongan untuk
menerima apa yang ditawarkan oleh tanah dan unsur lain kepadanya. Jika ia tidak
terdorong untuk menerimanya maka ia tentu akan mati. Dengan menerima sesuatu
dari yang lain, tumbuhan itu barulah akan bertumbuh menjadi tumbuhan yang baik dan
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi yang lain. Selain itu saya ambil contoh
lain lagi misalnya orang tua yang dengan rela dan ikhlas hati mendengarkan dan
menerima saran atau masukan dari anak-anaknya akan menjadi orang tua yang
fleksibel dan bijaksana dan tentu akan menjadi orang tua yang baik. Suami dan
isteri tidak hanya terdorong untuk saling memberi dalam cinta supaya bias
bahagia, tetapi juga harus bersedia menerima tawaran cinta dari pasangannya.
Dari sini jelaslah bahwa agar kita bias berkembang menjadi seorang yang baik
dan bias memperoleh kebahagiaan hidup, maka kita harus mampu menerima segala
yang ditawarkan kepada kita dan bersikap rela menanggung beban bagi kepentingan
orang lain. Itulah visi hidup yang patut kita laksanakan dalam keseharian hidup
kita.
Dorongan-dorongan hidup kita seperti
yang telah dijelaskan diatas yaitu menerima diri, berkembang, bersedia memberi
dan menerima, tidak berjalan terpisah. Semuanya memiliki relasi yang berkaitan
satu dengan yang lainnya. Semua dorongan itu mengikuti suatu pola yang sesuai
dengan kodrat kita sebagai manusia. Kita memiliki kecenderungan untuk
berkembang sesuai dengan “gambaran” Pencipta.
Dalam lubuk hati, kita memiliki
kecenderungan untuk bias menyamai Tuhan, yaitu memberi, menerima, dan menyukai
sama seperti yang juga dilakukan Tuhan. Dorongan itu tetap bertahan biarpun
diingkari atau dibiaskan. Kita tahu bahwa akal budi Tuhan sangat jauh berbeda
dengan kita. Akal budi-Nya selalu mengungkapkan cinta kasih dan kebenaran.
Sedangkan akal budi kita manusia tidaklah demikian. Tuhan selalu mengutamakan
kebenaran. Dan kalau akal budi kita berfungsi baik maka kita pun akan
mendambakan kebenaran pula. Karena Tuhan itu selalu bersikap adil, maka diri
dan hidup kita pun selalu memiliki keinginan untuk bersikap adil juga. Karena
Tuhan itu berbelaskasihan, maka hati kita akan mendorong kita untuk
berbelaskasihan juga. Dan seterusnya. Memang kita diciptakan seturut citra
Allah, dan citra itu hidup dan berkembang dalam diri kita. Citra itu mendesak
kita untuk dapat “menyerupai“ Allah
dan bersika seperti Dia. Semakin kita mengikuti dorongan dari daya citra yang
tertera dalam diri kita, semakin kita dapat
“menyerupai“ Allah. Dorongan citra Ilahi itu bergetar dalam setiap
tingkatan hidup dan akan sering dirasakan dalam setia doa yang hening, jiwa
yang tenang, hati yang murni, ketenangan yang dalam, saat kita berada dalam
suasana diam dan hening dalam hadirat Ilahi pada tingkatan hidup rohani.
Karena
kita diciptakan seturut citra Allah, maka pola batin dan dorongan-dorongan
hidup kita akan serupa denngan yang dilakukan Allah. Kalau kita melakukan semua
dorongan ini dengan benar maka dalam banyak hal kita akan semakin menyerupai
Allah. Namun ada hal yang lebih penting dari pada itu. Selain dorongan atau
daya yang didasarkan pada kodrat kita manusia, Tuhan sering menganugerahkan
pelbagai daya tarik, kecenderungan dan kekuatan yang dapat membantu kita agar dorongan kodrati kita dapat sampai atau
menuju kepada kesempurnaan. Bantuan khusus itu sering kita sebut Rahmat
Ilahi. Yesus adalah citra sempurna dari Allah yang tak kelihatan. Oleh
karena kita diajak untuk merasa, bersikap dan bertindak sama seperti yang
dilakukan Yesus, maka jika kita juga melakukan ajaran rahmat Ilahi ini, kita
semakin hari akan semakin menyerupai Yesus-dalam hal apa saja yanh kita sukai,
dalam arah langkah kita melangkah, dalam arah kita berkembang maju, dalam cara melayani
dan menerima sesuatu dari orang lain.
Sebagai
citra Allah kita selalu terdorong untuk melakukan hal-hal baik. Naumn tak
disangkal bahwa terkadang kita membuat gerakan ke arah yang keliru, yang dapat
menjuhkan kita dari Allah sendiri dan dapat membelokan kita dari jalan balik ke
arah yang keliru dan menjauh dari kehendak Allah. Kita selalu berusaha mengubah
diri kita menurut sebuah citra lain yang menarik kita ke arahnya sendiri. “Citra“ ciptaan Aku ini membuat kita
semakin jauh dari yang Ilahi. Kita lebih merasa tertarik untuk menyukai,
berkembang, memberi dan menerima semuanya hanya demi kepentingan diri kita
sendiri. Jadi secara ekstrim dapat dikatakan demikian. Kita selalu merasa
tertarik oleh dua citra yang bertolak belakang satu dengan yang lainnya. Citra
Allah dengan dorongan Rahmat, dan
citra buatan sang Aku dengan daya tarik
duniawi (kenikmatan, kekayaan, kehormatan, keduduakan, pangkat, golongan
dan sebagainya). Citra Allah didasari oleh Rahmat,
sedangkan citra sang Aku didasari oleh Dunia.
Citra Allah menuntun kearah kesempurnaan
dan kebahagiaan hidup, sedangkan citra yang dibuat sang Aku menjerumuskan kedalam kehancuran yang abadi. Karena itu dari
sini saya menghimbau kepada kita semua untuk bisa membedakan dorongan atau daya
citra sang Aku dengan daya citra Allah yang lebih penting. Kecenderungan paling
hakiki keberadaan kita sebagai citra Allah, senantiasa mengajak kita untuk
menjadi pribadi yang utuh, sempurna dan bahagia. Allah itu ber-pribadi yang baik dan kita diciptakan
seturut citra-Nya. Maka segala dorongan kita yang terbaik akan menantang kita
untuk dapat mengembangkan ketiga keutamaan pokok yakni Kesadaran akan kenyataan hidup, kehadiran dan kesadaran pada tingkat
rohani yang baik dan kesanggupan untuk mengambil keputusan secara benar dan
bijaksana. Lewat dorongan atau daya ini semua, maka kita akan dapat
mendengarkan dan menjawabi panggilan Tuhan dalam keseharian hidup kita.
Marilah kita kembangkan
dorongan dan daya hidup kita
Menuju kebahagiaan sejati.
Hidup
berarti mengubah diri.
Menjadi sempurna dan bahagia, berarti
sudah sering mengubah diri.
Yang
terpenting dalam hidup bukanlah berapa lama kita hidup melainkan bagaimana kita
hidup. (Bailey).
Sumber bacaan :
- Quentinh Hakenewerth, Ikutilah Panggilan Hidupmu,
Jakarta : Yayasan Cipta Loka Caraka, 1987.
- Lewis B. Smedes, Karunia Tuhan,
Yogyakarta : Kanisius, 1994.
- Fr. Nelson Klau, Mutiara-Mutiara Cinta dan Kebijaksanaan,
Kupang : PT.
Grafika Timor Idaman, 2006.
- St. Darmawijaya, Pr. Inspirasi Hari Ini-3,
Yogyakarta : Kanisius, 2007.
Komentar