Saat ‘Curhat’ Dengan-NYA, TUHAN Membuat Aku Tertawa


Sharing Pribadi...

Berefleksi atau pun Merenung membawa kekuatan dan membuat saya tahu bersyukur. Bersyukur mendatangkan kebahagiaan. Cara saya menikmati hidup adalah dengan merenung hidup itu sendiri. Pada saat ini, saya berada dalam titik pertemuan antara ‘dua kekekalan waktu’, antara masa lampau yang panjang sekali dan abadi, dengan masa depan yang terus bergerak maju. Saya tidak mungkin bisa hidup dalam dua kekekalan waktu itu sekaligus. Karena itu, saya selalu bersyukur dan bergembira pada ‘satu’ saat atau moment yang memungkinkan saya untuk hidup, yaitu masa ‘sekarang’. Bagi saya, masa depan adalah ‘hari ini’. Hari ini adalah apa yang saya cemaskan dan pikirkan pada hari kemarin. Namun saya sadar bahwa hari ini sesungguhnya tidak perlu dilalui dengan kecemasan akan hari esok, sebab setiap kali hari esok tiba, ia akan disebut hari ini. Hari ini adalah kenyataan, besok adalah impian dan kemarin adalah kenangan. Kenangan, Kenyataan, dan Impian adalah tiga kategori waktu yang menemani hari-hari hidup saya sampai sekarang di lembaga ini.
Saat ini, kini dan sekarang, saya sedang berada dalam proses pembinaan di Seminari Tinggi St. Mikhael. Sebagai seorang Frater yang dikenal, sedang dalam masa puncak filsafat, tentu saya memiliki keunikan dan karakteristik kepribadian yang berbeda. Segala aspek bina yang diprogramkan Seminari selalu saya ikuti. Aspek bina itu memungkinkan saya bisa lebih mengenal diri saya sendiri. Orang yang pandai mungkin adalah orang yang tahu banyak tentang orang lain. Namun untuk saya, orang yang tahu tentang diri sendiri adalah jauh lebih pandai. Mengetahui diri sendiri tidaklah mudah. Masuk dalam diri sendiri, mengenal diri, menerima kekurangan dan memahami kebutuhan diri, tidak semudah membalikan telapak tangan. Butuh proses panjang untuk bisa mencapai pengetahuan tentang diri yang utuh, mencapai kematangan dan kedewasaan. Kadang saya membutuhkan orang lain untuk membantu saya mengenal diri. Bagi saya, it’s good to be a single person, but it’s not good to be alone. Single artinya tunggal, utuh, unik, dan tak terbagi. Jadi, bukan tidak baik menjadi tunggal dan unik (to be a single), tetapi tidak baik kalau sendiri (to be alone). Saya membutuhkan orang lain untuk menegaskan keberadaan diri saya. Orang lain sebenarnya adalah saya yang lain. Orang lain, adalah saya yang berada diluar diri saya sendiri.
Dalam pergaulan dengan orang lain (teman-teman), saya tidak pilih kasih. Saya bergaul merata. Untuk saya, teman-teman lain adalah keluarga saya sendiri. Teman lain adalah sahabat saya. Sahabat lebih dari sekedar teman. Sahabat lebih dalam. Semua orang yang saya temui, adalah sahabat saya. Segala kebutuhan orang lain selalu saya perhatikan. Memang terkadang saya sulit menemukan jala keluar bagi sahabat saya yang sedang mengalami masalah. Namun dengan berbagai cara, saya selalu berusaha membantunya. Setiap saat, kapan saja dan di mana saja saya berada, senyuman selalu saya berikan pada semua orang. Semua orang saya anggap baik. Karena anggapan itu, maka semua orang yang saya temui adalah sahabat. Saat ada salah seorang sahabat yang putus asa dan bimbang, saya selalu memberikan motivasi dan dorongan padanya. Saya kadang berpikir, mengapa orang lain begitu percaya dan baik pada saya? Mungkin karena saya selalu baik terhadap mereka. Atau kah mungkin karena saya bersahabat secara merata...entahlah. Namun satu yang pasti adalah bahwa apa yang saya buat untuk orang lain selalu tulus dan tanpa pamrih. Saya selalu berpikir dan berprinsip bahwa kalau saya menginginkan orang lain berbuat baik pada saya, maka sayalah yang harus terlebih dahulu berbuat baik padanya.
Dalam persahabatan, ada persaudaraan yang terbingkai dalam kebersamaan. Saya ada bersama orang lain. Dan karena kami berada bersama, maka terciptalah kebersamaan. Kebersamaan yang terjadi antara kami, Frater tingkat III, tidak ada masalah. Kami atau dalam hal ini saya secara pribadi, selalu menjaga keakraban dan persahabatan yang baik antara teman seangkatan, sekeuskupan dan juga teman keuskupan lainnya. Kalau pun ada masalah, biasanya tidak sampai berlarut-larut. Kami selalu menjaga dan  memperhatikan satu sama lain, walau terkadang ada juga teman yang tidak peduli dengan apa yang saya katakan, dan ada pula teman yang bawaannya suka ‘bermain gila’ dan tidak serius, namun itulah kami, itulah keunikan kami, dan kami tetap bersahabat dan saling mendukung.
Selain persahabatan, ada juga kemandirian. Kemandirian bertumpu pada pendidikan dan pembinaan. Dalam proses pendidikan dan pembinaan, saya diasah untuk berpengetahuan luas. Mendidik dan membina menghantar saya pada kesadaran diri yang integral. Mengembangkan segala bakat minat dan talenta, adalah syarat mutlak untuk wawasan yang luas. Sejauh dialami, proses belajar yang saya jalani tidak terlalu rumit. Dalam hal ini, semua mata kuliah yang saya sedang geluti memang pada dasarnya masih sangat baru bagi saya. Tetapi bukan berarti saya tidak dapat menyesuaikan diri dan berusaha untuk memahami semua yang diajarkan. Sesuai kemampuan yang ada, saya dapat memahaminya dan menjalankannya dengan baik. Sekarang saya telah masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, khususnya semester VI.
Jarang bagi saya menemukan suatu hambatan apapun selama proses perkuliahan. Memang kadang ada sedikit hambatan, tetapi semuanya dapat saya atasi. Sebagai contoh, dalam hal belajar. Cara atau metode yang saya gunakan adalah dengan  membaca kembali semua mata kuliah yang diperoleh dan berusaha untuk memahami semuanya dengan jalan membuat ringkasan pelajaran yang bersangkutan, bukan dengan menghafal. Itu salah satu cara saya belajar. Walau masih banyak waktu luang yang ada, namun semua itu selalu saya gunakan dengan melakukan hal-hal yang berguna. Kalau memang saya dalam keadaan yang lelah atau capek, saya tidak memaksakan diri, tetapi berstirahat sehingga bisa memperoleh kembali tenaga untuk dapat melakukan sesuatu yang lebih berguna lagi. Banyak kegiatan yang ada sekarang ini, dan itu semua menuntut saya agar pandai dalam hal mengatur waktu. Yang biasa saya lakukan pada saat ada waktu kosong seperti pada sore hari saat tidak ada kegiatan apapun kecuali berolahraga, waktu itu saya pakai untuk mengerjakan tugas yang tertunda.
Masalah intelektual, selalu berurusan dengan kedisiplinan. Orang disiplin adalah orang yang berpengetahuan. Wawasan yang berkembang dan luas, tercipta karena kedisiplinan. Disiplin tidak mengikat saya, tetapi membantu saya berkembang. Disiplin waktu, membuat saya lebih kreatif dan juga menghilangkan rasa jenuh atau bosan. Untuk masalah hidup disiplin, secara pribadi saya mau katakan bahwa selama berada di lembaga ini, saya belum merasa jenuh atau bosan. Saya masih merasa kerasan dan at home berada di tempat ini. Saya merasa kerasan karena saya selalu membuat diri saya bahagia dan selalu berusaha menyibukan diri. Kalau sampai saya mulai jenuh atau bosan, saya selalu pergi mencari teman untuk berkumpul bersama dan berceritera.
Saya kini sadar, saya sedang berada dan berjalan dalam pilihan. Saya telah memilih untuk mengikuti panggilan Tuhan. Maka saya sedang dan dalam proses berjalan mengikuti panggilan Tuhan itu. Karena saya dipanggil dan mengikuti panggilan Tuhan, maka saya harus mempersembahkan diri. Persembahan diri mengandaikan pengenalan akan kekuatan dalam diri. Mengenal diri dan membaharui diri penting untuk persembahan diri. Pengenalan akan diri, penting untuk kekuatan dan bisa mengurangi kekurangan karena selalu ada waktu dan tenaga yang tercurah untuk membaharui diri. Persembahan diri mengandaikan adanya dialog cinta. Dialog itu menumbuhkan kedekatan yang melahirkan keakraban. Keakraban dengan Tuhan selalu saya jalani dalam ‘perbincangan’ yang intim bersama-Nya. Perbincangan itu terjadi dalam Doa. Banyak yang melihat doa sebagai suatu bentuk komunikasi formal dengan rumusan kata-kata yang baku-puitis. Namun tudak bagi saya. Rumusan kata-kata indah-bermakna dalam doa, bukanlah ukuran terkabulnya suatu permohonan.
Dalam doa pribadi, saya tidak mementingkan indahnya kata-kata, tetapi hati tulus dengan kejujuran. Dalam doa lebih baik memiliki ‘hati’ tanpa kata-kata dari pada kata-kata tanpa ‘hati’. Hati adalah inti manusia. Dalamnya saya menemukan Tuhan. Tuhan adalah tempat saya mengungkapakan isi hati. Tuhan adalah tempat saya “curhat” tentang segala hal yang saya alami dan lakukan dalam hidup. Tuhan bagi saya adalah sahabat terbaik. Tuhan itu sahabat curhat yang setia mendengarkan. Dan dalam ‘curhat’ bersama-Nya, Tuhan selalu membuat saya tertawa-bahagia. Kegembiraan selalu terpancar ketika saya terbuka dan berbincang dengan-Nya. Dia selalu memberikan jalan keluar ketika saya mendapat masalah. Dia selalu ada bersama saya ketika saya kesepian, dan Dia selalu memegang tangan saya, menemani dan menuntun saya dalam menapaki perjalanan panggilan ini.
Saya sadar bahwa ketika saya berbuat suatu kesalahan, maka hal itu menunjukan bahwa saya adalah seorang manusia biasa yang penuh kekurangan. Untuk saya, inti kemanusiaan adalah ketidaksempurnaan. Saya hanya perlu menjadi baik, lebih baik dan terbaik. Saya tidak akan berhenti dari yang baik menjadi lebih baik, dan lebih baik menjadi terbaik. Hidup itu perlu bermimpi. Namun untuk mencapai apa yang diimpikan itu, saya harus ‘bangun’ dan bukan tidur. Bangun, berpikir, beremosi, dan bertindak, bergerak maju menuju masa depan. Masa depan ada dalam tangan Tuhan. Tuhan itu tujuan utama. Bersama dia saya bahagia. Bersama Dia saya bisa. Dalam dan bersama Dia saya menemukan martabat diri yang sejati.....Sungguh,,,.Tuhan Selalu Membuat Saya Tertawa.... Itulah DIA ...!




*Paroki Mater Dolorosa So’e
Deogratias 35’_April 2013,

Komentar

Postingan Populer