Demokrasi Perspektif Amartya Sen Dalam Kaitannya Dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pendahuluan
Salah satu fenomen yang
amat menakjubkan, bukan hanya dalam filsafat politik, tetapi dalam kesadaran
nyata masyarakat adalah pengakuan universal terhadap demokrasi. Meskipun
seratus tahun lalu kebanyakan orang dibumi ini belum pernah mendengar apapun
tentang demokrasi, sekarang keabsahan etis dan politis sebuah negara, hampir
diseluruh dunia diukur pada kadar kedemokratisannya.
sesungguhnya,
nilai-nilai demokrasi bukanlah sesuatu nilai yang asing, sejak masa lampau yang
jauh dalam sejarah dan budaya Bangsa Indonesia. Demokrasi telah cukup lama
tertanam dalam berbagai budaya suku-suku Bangsa Indonesia. Demokrasi tercermin
dalam kata ”Musyawarah”, dalam pepatah lama, bulat air dalam pancuran, bulat kata dalam musyawarah.
Diberbagai suku Bangsa Indonesia
yang lain, putusan-putusan mengenai kehidupan komunitas juga selalu dirembuk
bersama, contohnya suku Mentawai yang memiliki kebiasaan melakukan musyawarah
yang mentradisi sejak dahulu kala, dengan semua laki-laki daan perempuan dewasa
memiliki hak untuk berbicara. Hal ini sama persisnya dengan apa yang dikatakan
oleh seorang filsuf Yunani, Sokrates. Bahwasannya, demokrasi memberikan
kebebasan kepada setiap orang untuk berbicara dan bertanya.
Dengan demikian didalam
demokrasi termuat nilai-nilai hak-hak asasi manusia, karena demokrasi dan HAM
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Sebuah negara yang mengaku
dirinya demokratis haruslah mempraktekkan dengan konsisten penghormatan
terhadap hak asasi manusia, karena demokrasi tanpa penghormatan pada hak-hak
setiap anggota masyarakatnya bukanlah demokrasi melainkan fasisme atau negara totalitarian.
Kata
demokrasi sendiri memiliki sebuah arti tersendiri yang khas, dan merupakan
salah satu tiang tujuan perjuangan revolusi Bangsa Indonesia. Perjuangan tersebut
tidak hanya diilhami oleh tujuan untuk memerdekakan diri dari kekuasaan
penjajahan saja, melainkan tidak kalah sentralnya dalam cita-cita perjuangan
kemerdekaan bangsa yakni untuk menegakkan demokrasi di Negara Indonesia
merdeka.
2.
Sekapur Sirih Tentang Demokrasi
Kata demokrasi
berasal dari bahasa yunani, yakni demos
dan kratos. Demos berarti rakyat dan
kratos berarti kekuasaan. Dengan demikian demokrasi dapat diartikan sebagai
kekuasaan rakyat. Tetapi karena kekuasaan itu dilembagakan maka demokrasi itu
berarti pemerintahan rakyat.
Istilah pemerintahan rakyat diperlawankan dengan istilah pemerintahan
raja atau kaiser. Pemerintahan rakyat
berarti pemerintahan itu dilegitimasi oleh rakyat sebagai pengemban kedaulatan. Pemerintahan raja itu tidak dilegitimasi oleh
rakyat dan umumnya itu terjadi
dalam masyarakat yang tidak mengenal sistem demokrasi. Raja mengemban tugas politik untuk
memimpin kerajaan oleh karena keturunan atau
sumber kekuasaannya yang adalah Allah.
2.1 Perkembangan awal demokrasi
Dasar kelahiran masyarakat modern barat adalah pencerahan. Zaman pencerahan adalah zaman lahirnya kesadaran manusia akan peran dari
akal budi, bahwa akal
dapat menentukan manusia dan perkembangan peradaban
manusia. Berkat penekanan peran akal maka ilmu pengetahuan bertumbuh, dan dengan ilmu pengetahuan itu
melahirkan industri modern di Eropa. Revolusi
industri sesungguhnya sebuah revolusi kesadaran manusia akan hubungannya dengan dunia dan dengan yang ilahi. Bersamaan dengan
itu lahirlah kesadaran politik tentang demokrasi.
Dengan idea demokrasi itu maka terjadilah sejarah pemisahan agama dari politik.
Agama tidak lagi menentukan politik.
Revolusi Perancis 1789 menghasilkan “Declaration des droits des hommes et des citoyens“ (pernyataan
tentang hak-hak manusia dan warga negara). Deklarasi
tersebut membedakan antara
hak-hak yang dimiliki oleh manusia sebagai manusia, yang dibawanya ke dalam masyarakat dan hak
yang diperolehnya sebagai warga masyarakat dan negara. Disebutkan bahwa semua orang terlahir dengan bebas dan memiliki hak yang sama. Disebutkan hak atas kebebasan, hak milik,
hak atas keamanan, hak atas perlawanan terhadap penindasan. Sebagai warga
negara setiap
orang berhak dalam pembuatan undang-undang.
Dengan revolusi yang terjadi pada tahun 1789, Negara Perancis berhasil meruntuhkan sistem
pemerintahan monarki absolut yang telah berumur kurang lebih 200 tahun. Sejak
itu lahirlah National Assembly (Majelis Nasional) yang
adalah tonggak sejarah awal pembentukan
parlemen yang demokrastis.
Sebelumnya sudah ada majelis nasional seperti itu, akan tetapi anggotanya terbatas pada
kaum bangsawan, tuan tanah dan kaum gereja. Oleh
sebab itu, keanggotaan majelis
nasional awalnya berdasarkan pertimbangan status sosial dan ekonomi. Konstitusi
pertama tahun 1791 mengusulkan monarki
konstitusional. Paham ini kemudian ditolak oleh kaum bangsawan dan
akhirnya membentuk Republik
Perancis I yang ditandai dengan eksekusi Louis XVI tahun 1793.
Republik pertama itu kemudian dibatalkan dan kembali kebentuk monarki. Pembentukan Republik II terjadi pada tahun 1848 yang dimotori oleh kaum radikal, pedagang
(merkantilis) dan petani. Namun, Republik II tersebut juga berakhir pada tahun 1851, ketika kudeta
oleh Louis Napoleon (Napoleon III). Selanjutnya gerakan melawan monarki
dilakukan kaum republikan radikal dan berhasil membentuk Republik III pada
tahun 1875. Sejak itu berkembanglah demokrasi di
Perancis.
Selama seluruh abad ke 19 kaum burjuasi liberal memperjuangkan negara
konstitusional dan pengakuan terhadap HAM melawan pemerintah-pemerintah yang
feodal dan absolut. Dalam pada itu tampil ke panggung perjuangan kaum
buruh. Semula mereka mendukung perjuangan burjuasi melawan sisa-sisa feodalisme.
Tetapi kemudian mereka sekaligus melawan kaum burjuasi untuk memperjuangkan hak
mereka sebagai pekerja. Hasil perjuangan mereka adalah HAM sosial. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sistem negara hukum demokratis
dan sosial adalah hasil perjuangan kaum burjuis dan kaum buruh selama 200
tahun.
3.
Selayang Pandang Mengenai Amartya Sen dan Demokrasinya
3.1
Riwayat Hidup Singkat Amartya Sen
Amartya Kumar Sen dilahirkan pada tanggal 3 November 1933 di Santiniketan, Bengal Barat, India,
kota Universitas yang didirikan oleh penyair Rabindranath Tagore. Ia adalah seorang ekonom India yang menjadi terkenal karena
karyanya tentang kelaparan, teori perkembangan manusia, ekonomi kesejahteraan, mekanisme
dasar dari kemiskinan, dan liberalisme politik.
Sen pertama-tama belajar di India, disistem
sekolah dari Universitas Visva-Bharati, Kolese Presidency, Kolkata dan di Sekolah Ekonomi Delhi. Kemudian ia
melanjutkan ke Kolese Trinity, Cambridge, dan disana
ia mendapatkan gelar BA pada 1956 dan Ph.D. Tagore konon telah memberikan nama
kepada Amartya Sen (“Amartya” berarti “Kekal”) pada 1959.
Kemudian Ia mengajar ekonomi di Universitas Calcutta, Universitas Jadavpur, Delhi, Oxford, Sekolah Ekonomi London, Harvard dan menjadi Master dari Kolese Trinity, Cambridge, antara 1997 dan 2004. Ia pernah menerima Penghargaan Nobel dalam bidang
ekonomi atas karyanya dalam ekonomi kesejahteraan pada 1998 dan Bharat Ratna pada 1999. Pada 2003, ia dianugerahi Penghargaan
Keberhasilan Seumur Hidup (Lifetime Achievement Award) oleh Kamar Dagang India.
Pada Januari 2004 Sen
kembali ke Harvard, dan mengajar hingga sekarang. Saat ini ia menjadi salah
satu dari 18 orang elite Profesor Universitas dari Universitas Harvard yang secara teknis bukan anggota dari dewan dosen
manapun dan karena itu bertanggung jawab langsung kepada presiden Universitas.
3.2
Demokrasi Menurut Amartya Sen
Bagi Amartya Sen, yang
menjadi peristiwa terpenting dalam abad 20 adalah demokrasi. Walaupun dalam
kehidupan abad tersebut masih ada berbagai peristiwa penting dunia lainnya
seperti berakhirnya penjajahan, perang dunia kedua yang menghancurkan sebagian
besar manusia dan peradaban dunia, persaingan senjata antara blok barat dan
blok timur, runtuhnya komunisme diblok timur, tetapi bagi Sen, tetaplah
demokrasi yang paling penting dari semua itu, keabsahan etis dan politik sebuah
Negara hampir diseluruh dunia diukur pada kadar kedemokratisannya.
Sen melihat demokrasi
yang lebih mendalam berdasarkan 3 fungsi utama demokrasi antara lain;
·
Fungsi intrinsik demokrasi yakni membantu pertumbuhan seorang individu.
Demokrasi memungkinkan negara mengatur jaminan hukum dan politik agar seseorang
dapat bertumbuh secara matang dan wajar. Bagi Sen, Tanpa dukungan kebebasan, seseorang tidak dapat
mencapai kematangan dan kewajaran dalam pertumbuhan
dirinya sebagai manusia yang normal. Itulah sebabnya di negara demokratis
kebebasan individual dijamin oleh negara. Pelanggaran terhadap kebebasan ini
adalah pelanggaran HAM. Oleh sebab itu, demokrasi berhubungan dengan nilai intrinsik
perkembangan diri manusia.
·
Fungsi instrumental demokrasi
yakni demokrasi adalah sarana bagi suatu pemerintah
untuk mendapat legitimasinya, karena hanya rakyat yang dapat melegitimasi kekuasaan pemerintahan. Dalam
kaitan dengan ini, Sen berbicara tentang kelaparan. Dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara demokrasi dan kelaparan. “Kelaparan tidak disebabkan oleh kekurangan makanan
tetapi oleh kekurangan demokrasi”. Karena dalam masyarakat yang demokratis
dimungkinkan rakyat melalui parpol atau parlemen menekan pemerintah untuk
memberikan perhatian terhadap gejala kelaparan yang muncul. Dalam masyarakat
yang tidak demokratis pemerintah tidak dipaksa untuk tanggap terhadap fenomen
kelaparan atau fakta kelaparan itu.
·
Fungsi konstruktif
demokrasi yakni suatu masyarakat
demokratis memberi kesempatan kepada warganya untuk menguji nilai-nilai budaya
yang dianut oleh berbagai kelompok melalui interaksi terbuka; juga adanya
kesempatan untuk melibatkan semua pihak dalam membicarakan program politik
semua pihak melalui diskusi dan debat. Bahkan dalam bidang ekonomi, demokrasi memungkinkan pengujian kembali
pelbagai kebutuhan melalui kritik.
4.
Demokrasi Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
4.1 Kelemahan Demokrasi Indonesia
Negara Bangsa Indonesia lahir dari semangat
nasionalisme anti-kolonial. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa nasionalisme Bangsa
Indonesia hanya dalam kerangka anti-kolonial, sementara bangsa indonesia saat
ini tidak lagi dijajah, atau masyarakat sekarang tidak mengalami bagimana
rasanya dijajah. Oleh
sebab itu, Tidak ada jalan lain selain mendasarkan Negara Bangsa Indonesia
kepada demokrasi.
Dalam alam demokrasi, manusia Indonesia dapat menghayati
multikulturalisme, walaupun rejim Sukarno
mengorbankan demokrasi untuk bangsa dan kesatuan bangsa, dan Suharto mengorbankan demokrasi untuk
negara dan stabilitas negara nasional. Dalam konteks itu manusia indonesia
memahami kekerasan dipelbagai daerah secara lebih luas. Tidak cukup dibaca
sebagai kekerasan komunal, namun sebuah kemungkinan besar telah muncul suatu
nasionalisme etnis yang tidak lagi memiliki kepercayaan terhadap negara. Yang
menjadi pertanyaan disini adalah mengapa tidak lagi percaya kepada negara?
Jawabannya yakni Karena ternyata negara
belum sanggup mewujudkan demokrasi dan keadilan.
Yang menjadi tantangan dewasa ini adalah fenomen semangat “memecahkan
diri“ atau ”mendirikan negara baru“ yang semakin kuat dan kerap kali terjadi
dimana-mana. Studi antropologi menunjukkan bahwa seperti juga bangsa, suku juga
merupakan sesuatu yang “fiktif“, yaitu sebagai suatu konstruksi sosial sebagai
hasil imajinasi kolektif. Baik bangsa maupun suku dapat disebut sebagai
“komunitas yang diimaginasikan“. Diakui bahwa bagi etnis atau suku pembentukan
identitas lebih mudah dilakukan karena memiliki kesamaan bahasa, adat-istiadat,
sistem kekerabatan, kesenian, jenis makanan dll.
Munculnya pergolakan dan kekerasan dipelbagai tanah melahirkan
kecemasan akan integrasi nasional dan keutuhan NKRI. Kemudian Lahir pemikiran
dan diskusi tentang federasi
(sistem federalisme) untuk menggantikan negara kesatuan. Dan jawabannya
bukanlah sistem federalisme melainkan OTDA (Otonomi Daerah).
4.2
Otonomi Daerah Sebagai Jawaban Kebobrokan Demokrasi Indonesia
4.2.1 Sekilas Mengenai Otonomi Daerah
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak,
wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan
pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan
kewajiban adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah
yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Dengan kata lain Otonomi Daerah juga
dapat diartikan sebagai wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga
daerah, yang melekat pada negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Dalam Negara
kesatuan otonomi daerah lebih terbatas dari pada di negara yang berbentuk
federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di negara kesatuan
meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang
oleh Pemerintah Pusat.
4.2.2 Pelaksanaan Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan
titik fokus yang tidak sama sekali penting dalam rangka memperbaiki
kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan oleh
pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan daerah masing-masing. Ini merupakan
kesempatan yang sangat baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan
kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah. Maju atau
tidaknya suatu daerah sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan untuk
melaksanakan yaitu pemerintah daerah. Pemerintah daerah bebas berkreasi dan
berekspresi dalam rangka membangun daerahnya, tentu saja dengan tidak melanggar
ketentuan hukum yaitu perundang-undangan
Pelaksanaan
otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi
tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah
kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam
mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya
masing-masing.
4.2.3 Eksistensi Otonomi Daerah Dalam
NKRI
Eksistensi otonomi daerah memiliki peranan penting dalam
mempertahankan keintegrasian bangsa dan negara kesatuan. Otonomi daerah menjadi
jawaban atas pertanyaan bagaimana mengantisipasi kebangkitan komunitas lokal
tersebut. Dapat dikatakan bahwa otonomi daerah menjadi pengantara demokrasi
dari masyarakat kepada pemerintah pusat. Otonomi daerah merupakan komitmen
reformasi untuk menjawab kelemahan sistem pemerintahan yang sentralistis.
Pelaksanaan otonomi daerah sebagai amanat UUD 1945 secara
konstitusional maupun legal diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan peran
serta masyarakat. Sebagaimana digariskan dalam penjelasan UU No. 32/2004
tentang pemerintahan daerah, ditegaskan melalui otonomi luas, daerah diharapkan
mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan keadilan, keistimewaan dan kekhususan, serta potensi dan
keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan demikian, paradigma utama tentang pemerintahan daerah adalah paradigma
pelaksanaan demokrasi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Proses
politik demokrasi dalam konteks otonomi daerah kini sudah bergerak kearah konsolidasi
demokrasi, baik dalam konteks pelembagaan demokrasi maupun penumbuhan budaya
demokrasi.
4.2 Demokrasi Dan Otonomi Daerah Sebagai
Pilihan
Demokrasi dan otonomi
daerah adalah sebuah pilihan untuk mendukung penguatan dan keberadaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka. Seperti dalam realisme demokrasi
bangsa Indonesia, dalam membangun demokrasi tentulah mengalami pelbagai
tantangan dan rintangan. Jika saat ini manusia Indonesia menderita kemiskinan
maka hal yang dilakukan bukanlah secara langsung berpikir mengenai pembangunan
ekonomi sebagai jawabannya. Karena, pembangunan ekonomi diera orde baru sudah
dijalankan dan berhasil namun ternyata tidak kokoh, dan akhirnya ambruk hingga
saat ini. Amartya sen tetap berdiri pada pendiriannya bahwa demokrasi sebagai
basis bagi kemakmuran, karena dalam suasana bebas orang dapat terlibat secara
penuh dalam pembangunan dan sekaligus mengontrol pembangunan, dalam hal ini
pemerintah.
Krisis
politik dan ekonomi disebabkan oleh kurangnya demokrasi. Lemahnya demokrasi itu
disebabkan oleh korporatisme Negara. Korporatisme itu melemahkan civil society.
Sebenarnya civil society adalah tanda adanya tatanan masyarakat yang
demokrastis karena disana dibuka ruang yang besar bagi seluruh lapisan
masyarakat untuk turut mengambil bagian dalam keputusan politik dan sekaligus
mengawasi kebijakan politik itu. Disamping itu juga, developmentalisme dan
integralisme Negara ikut memperburuk situasi ini.
Demokrasi
adalah pilihan. Kegagalan dalam mempertahankan demokrasi, berarti menciptakan
ruang yang hanya menyediakan dua buah kemungkinan yaitu yang pertama, kembali
ke otoritarisme model orde baru dengan legitimasi yang lebih kuat dari
sebelumnya. Yang kedua, memilih kembali jalan primordial. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa dengan ini manusia Indonesia mencari rasa aman dalam suku,
kelompok etnis, kelompok agama atau sentiment kedaerahan. Akan tetapi kedua
pilihan tersebut sama-sama fatalnya. Kembali ke rezim otoriter berarti manusia Indonesia
harus siap menerima kekerasan Negara terhadap masyarakat; sedangkan kembali ke
primordialisme berarti manusia Indonesia siap untuk menghidupkan kekerasan
komunal.
5.
Penutup
Demokrasi senantiasa
harus mengandung muatan orientasi kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan rakyat
merupakan parameter keberhasilan pemerintah daerah yang pimpinannya dipilih
secara demokratis. Otonomi daerah seluas-luasnya terlaksana dengan pemanfaatan
sumber daya ekonomi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanpa peningkatan
kesejahteraan rakyat, sendi-sendi demokrasi akan rapuh.
Pembangunan
kesejahteraan rakyat bukanlah merupakan salah satu paradigma otonomi daerah
akan tetapi juga merupakan komitmen bersama pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah yang mensyaratkan terlembaganya hubungan fungsional dan adanya pembagian
peran.
Akselerasi otonomi
daerah akan berhasil dengan berpedoman pada paradigma demokrasi dan
kesejahteraan rakyat dituangkan kedalam visi, misi strategi serta pembangunan
daerah yang terarah dan akuntabel.
Penegakkan demokrasi
memanglah bukan sebuah pekerjaan yang mudah. Demokrasi tak ubahnya sama seperti
seseorang yang hendak menanam pohon beringin sejak dari bibitnya. Ia harus
dipelihara dengan penuh kasih sayang, kerajinan menyiram dan membersihkan
rerumputan yang tak ada habisnya; ia harus disayang, dilindungi, dijaga,
dipertahankan, dan diperkuat secara terus-menerus, hingga tumbuh menjadi besar,
kuat dan rindang, menjadi tempat bagi seluruh rakyat untuk berlindung.
Tulisan ini : Adalah Milik Sdra. Gabriel A. Fahik. Teman sperjuangan saya ketika masih berada di 'jalan panggilan khusus'...
Pernah diikutkan pada lomba Isran Noor
Komentar