Pemimpin Ideal: Nyatakah?


Awal Realitas
Persoalan kepemimpinan kerap dibicarakan dalam situasi sekarang ini. Banyak sekali ide-ide dan prespektif yang berkembang untuk memperbincangkan apa itu kepemimpinan yang ideal, siapa itu pemimpin, bagamana memimpin dan masih banyak lagi persoalan tentang pemimpin. Persoalan pemimpin dan yang dipimpin adalah persoalan yang selalu mendapat perhatian serius dalam kehidupan manusia dewasa ini. Bahwasannya, menjadi seorang pemimpin itu, disatu sisi selalu dilihat oleh banyak orang sebagai kesempatan untuk menunjukan jati diri yang sebenarnya. Dan di sisi lain menjadi seorang pemimpin adalah kesempatan untuk mengeksploitasi segala kemampuan pribadi guna memperoleh suatu sesuatu dari orang lain yang dipimpin. Ini hanya salah satu pandangan yang dapat dikatakan ekstrim, namun bila direfleksikan mengandung suatu kebenaran riil.

Saat ini banyak sekali orang yang berlomba-lomba mencalonkan diri menjadi seorang pemimpin dari suatu kelompok atau komunitas. Mereka yang mencalonkan diri itu, ada yang telah memahami apa, siapa dan bagaimana memimpin, namun tidak jarang banyak juga yang hanya mencalonkan diri menjadi pemimpin dengan tidak peduli akan tugas seorang pemimpin, tidak tahu bagaimana gaya memimpin yang baik, dan tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang pemimpin. Ketidaktahuan dan ketidakpedulian seperti ini sungguh sangat memprihatinkan. Sikap seperti inilah yang memungkinkan terjadinya banyak persoalan. Persoalan itu sebenarnya tidak perlu ada apabila seorang yang menjadi pemimpin tahu dengan benar siapa itu seorang pemimpin dan apa yang seharusnya dia lakukan sebagai seorang pemimpin.
Kepemimpinan merupakan suatu proses yang dilakukan dengan berbagai cara mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk untuk mencapai suatu tujuan bersama. Dan untuk mencapai suatu tujuan hidup bersama yang mendatangkan kesejahteraan, maka seorang pemimpin sejati haruslah tahu persis faktor apa saja yang mempengaruhi kepemimpinan seseorang. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa seorang pemimpin ideal hendaknya memahami dengan benar apa yang menjadi tugas-tugasnya dan gaya kepemimpinan seperti apa yang seharusnya dijalankan, sehingga dengan demikian ketika roda kepemimpinan telah berjalan, ia tidak kehilangan orientasi dan segala tujuan bersama dapat terwujud dengan baik.
Karena itu ada beberapa hal penting yang akan dibahas dalam tulisan ini, yang mungkin saja dapat menjadi bahan pertimbangan dan refleksi diri bagi para pemimpin dan para calon pemimpin secara umum. Dan yang mau diangkat adalah faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi kepemimpinan, dan bagaimana gaya memimpin yang dianggap cukup baik dan efektif.
Faktor yang mempengaruhi kepemimpinan
Dalam melaksanakan tugasnya, ada beberapa faktor yang cukup mempengaruhi gaya kepemimpinan seseorang. Fakor-faktor itu antara lain berasal dari diri kita sendiri, pandangan kita terhadap orang lain dan keadaan atau situasi saat kepemimpinan kita dijalankan.
Faktor yang berasal dari diri kita sendiri, yang mempengaruhi gaya kepemimpinan kita antara lain pengertian kita tentang kepemimpinan, nilai atau hal apa saja yang kita kejar dalam kepemimpinan, bagaiman cara kita berhasil menduduki pangkat kepemimpinan dan pengalaman yang telah kita miliki dalam bidang kepemimpinan. Memang masih banyak hal lain yang berasal dari diri kita mengenai kepemimpinan. Namun saya pikir hal-hal diatas telah merangkum semuanya.
Pengertian seorang akan kepemimpinan mempengaruhi kepemimpinannya. Sebagai contoh, orang yang selalu memahami dan memandang pemimpin sebagai suatu status dan hak untuk mendapat berbagai fasilitas, barang-barang material, uang, keenakan hidup dan sebagainya, jelas akan menunjukan praktek kepemimpinan yang sama sekali berbeda dengan orang memandang kepemimpinan sebagai suatu bentuk pelayanan yang tulus kepada seluruh orang yang dipimpinnya. Di sini dapat kita lihat bahwa nilai atau hal yang dicari atau dikejar membawa implikasi tersendiri bagi kepemimpinannya. Selain itu cara orang yang berhasil menduduki tempat kepemimpinan juga menetukan gaya kepemimpinannya. Orang yang menduduki kepemimpinan dengan diangkat secara tak adil tanpa memiliki suatu kecakapan atau pengalaman memimpin, akan menampilkan sikap yang berbeda dengan orang yang diangkat menjadi pemimpin karena memiliki suatu kemampuan atau pengalaman yang baik dalam hal memimpin.
Situasi atau keadaan dimana seorang memimpin juga turut mempengaruhi kepemimpinan seseorang. Apabila situasi kepemimpinan seseorang selalu menuntut untuk menghasilkan tugas dengan cepat dan selalu menuntut agar tujuan yang mau dicapai dapat terlaksana, maka akan mendorong seorang pemimpin untuk selalu bertindak bijak, kreatif dan efektif. Hal ini akan mengakibatkan kecenderungan untuk menekankan orientasi pada suatu tugas atau tanggung jawab dan akhirnya lupa akan kebersamaan dalam orang-orang yang dipimpinnya. Padahal, orientasi untuk mencapai tujuan tidak boleh dilepas-pisahkan dari kebersamaan. Maka dari itu, sebagai pemimpin kita hendaknya mampu memahami diri sendiri, terutama yang berhubungan dengan peranan kita sebagai pemimpin, orang-orang yang kita pimpin dan situasi dimana kita memimpin.
Gaya kepemimpinan yang efektif
Kalau kita melihat kembali tugas seorang pemimpin diatas yang meliputi dua bidang besar, maka dari situ dapat kit alihat bagaimana gaya kepemimpinan seorang yang sekiranya efektif untuk diterapkan seseorang selama masa kepemimpinannya. Maka ada tiga hal dasar mengenai gaya kepemimpinan yang juga dikemukakan oleh Charles J. Keating yakni gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau task oriented, gaya kepemimpinan yang berorientasi pada manusia (orang-orang) atau human relationship oriented dan gaya kepemimpinan yang merupakan gabungan kedua gaya kepemimpinan sebelumnya, yaitu gaya kepemimpinan yang berorintasi pada kerja dan pada manusia.
Gaya kepemimpinan yang hanya berorientasi pada relasi manusia dalam satu komunitas, dilihat kurang maksimal bagi orang-orang yang bertujuan mau mencapai sesuatu atau kelompok orang yang produktif, sebab tujuan utama kelompok ini bukanlah keakraban atau kebersamaan tetapi selesainya atau berhasilnya suatu tugas dan tercapainya tujuan yang dicita-citakan bersama. Begitupun sebaliknya. Untuk gaya kepemimpinan yang berorintasi pada kerja atau tugas-tugas yang harus diselesaikan, sangat tidak cocok bagi orang-orang yang hanya mementingkan kebersamaan. Bagi mereka gaya ini sangat diktatorial. Mereka tidak mau banyak bekerja dan tidak suka terlalu diarahkan atau didikte. Akibatnya, meskipun tujuan dari gaya itu adalah untuk pelayanan, tetapi akan terasa “merusak”, dan orang-orang itu akan kehilangan minat untuk tetap berada dalam satu kebersamaan atau komunitas. Alhasil, komunitas itu dapat bubar sebab mereka akan secara terbuka merongrong kewibawaan pemimpin dan melawannya. Inilah yang sering terjadi dalam kehidupan kepemimpinan di daerah kita saat ini.
Dari sini jelaslah, bahwa gaya kepemimpinan yang sangat cocok dan pas bagi perkembangan suatu kelompok adalah gaya kepemimpinan gabungan antara gaya kepemimpinan yang berorintasi pada kerja dan pada manusia. Dan ini dipandang sangat baik dalam pembentukan suatu kelompok atau organisasi yang baru. Kelompok atau organisasi yang baru terbentuk ini biasanya membutuhkan suatu kejelasan perencanaan, tujuan, sasaran dan struktur kerja yang jelas untuk mencapai suatu kesepakatan bersama serta adanya usaha untuk membina hubungan baik antara para anggota-anggotanya.
Satu pesan bijak dari H. Gordon Selfridge yang patut kita ingat adalah demikian :
o   The Boss drives people; but The Leader coaches them. (Boss menyetir orang, sedangkan Pemimpin mengarahkan seseorang.)
o   The Boss depends on authority; but The Leader on good will. (Boss mengandalkan kekuasaan, sedangkan Pemimpin mengandalkan keluhuran tekad).
o   The Boss inspires fear; but The Leader inspires enthusiasm. (Boss menyuntikan kekhawatiran, sedangkan Pemimpin mengobarkan semangat).
o   The Boss says ‘I’; but The Leader says ‘WE’. (Boss menatakan “Saya”, sementara Pemimpin mengatakan “Kita”).
o   The Boss says ‘GO’; but The Leader says ‘LET’S GO’. (Boss mengatakan “Pergilah”, sedangkan Pemimpin mengatakan “Mari kita pergi”).

Sumber Bacaan :
§  Charles J. Keating, Kepemimpinan : Teori dan Pengembangannya, Yogyakarta : Kanisius, 1998.
§  Imam Ratrioso, S. Psi. Petuah Tokoh Besar Dunia, Jakarta : Eska Media, 2004.
§  Derry Iswidharmanjaya, Gregorius Agung & Psycholastic, Satu Hari Menjadi Lebih Percaya Diri, Jakarta : PT. Elex Media Komputindo, 2004.

Komentar

Postingan Populer